Dulu tidak pernah menyangka bahwa saya akhirnya bisa menginjakkan kaki di negara Mesir. Negara yang jauh di benua Afrika, yang memiliki salah satu keajaiban dunia, piramid! Dan ketika kesempatan itu datang, rasanya ga karuan, senang, takjub, tidak percaya, dan tentunya ngerasa sangat beruntung. Jadi, begitu menginjakkan kaki di kota Kairo di pagi yang sangat cerah itu, saya pengen teriak “I’m officially step on Africa!”
Selayaknya negara yang berada di gurun, cuaca di luar bandara internasional Kairo (Arab: مطار القاهرة الدولي; Maṭār El Qāhira El Dawli) sangat cerah. Langit berwarna biru, bersih tanpa awan. Kondisi di sekitar bandara tergolong sepi. Bandara internasional Kairo terletak sekitar 18,48 km dari pusat kota.
Destinasi utama setiba di Kairo adalah mengunjungi piramida di Kota Giza. Berjarak sekitar 43,7 km barat daya dari Kota Kairo, lokasi piramida di Giza bisa ditempuh dalam waktu sekitar 55 menit berkendara melalui Route 75M. Menikmati jalan raya menuju Giza yang tidak terlalu ramai, dan saya pun tiba di lokasi piramida. Sebelumnya, my mind thought that lokasi piramida ini letaknya ada di in the middle of desert. Tapi ternyata, lokasi piramida ini tidak jauh dari jalan utama di Kota Giza. Bahkan, saat menuju pintu masuk lokasi, dari bus saya bisa melihat dan memotret piramida. Melewati deretan bangunan dengan bentuk dan warna yang bisa dikatakan seragam, kotak dengan warna coklat, terakota dan kuning tanah, akhirnya bus yang saya naiki memasuki lokasi piramida.
Oh my God! The biggest pyramid was in front of me!
Harga tiket one day pass adalah 540 LE atau sekitar Rp 173,000. Tiket bisa digunakan untuk 1x entry selama 1 hari. Masa berlaku tiket kurang lebih 2 bulan, jadi selama belum dipergunakan, setelah dibeli, tiket bisa disimpan hingga 2 bulan ke depan.
Saya tiba di komplek piramida menjelang pukul 12 siang waktu setempat. Cuaca cerah, matahari bersinar terang dengan suhu kurang lebih 40 derajat celcius. Oh iya, apabila berniat mengunjungi komplek piramida dan negara-negara gurun, pastikan jangan sampai lupa untuk membawa kacamata hitam, topi, payung, masker dan tentu saja sunscreen, karena cuaca di sana sangat panas, gersang dan kering.
Mengingat kembali pelajaran sejarah semasa sekolah dulu, piramida dibangun dan diperuntukkan sebagai makam bagi Pharaohs (raja Mesir) dan keluarganya. Ke-3 piramida yang terdapat di Giza dibangun untuk 3 generasi raja Mesir, yaitu: Khufu, Khafre (anak dari Khufu), dan Menkaure (anak dari Khafre). Piramida yang paling besar, disebut Piramida Agung berada di sisi utara dan merupakan piramida yang paling tua, dibangun untuk Khufu (Χεωψ, Cheops), yang merupakan Raja ke-2 dari Dinasti ke-4. Beberapa ratus meter arah barat daya dari Piramida Agung terdapat Piramida Khafre, yang merupakan anak dari Khufu serta dipercaya sebagai raja yang membangun Sphinx Agung. Dan beberapa ratus meter lagi ke arah barat daya terdapat Piramida Menkaure.
Piramida dibangun untuk menghormati Pharaoh atau raja Mesir dan dijadikan sebagai makamnya di kemudian hari. Dan juga sebagai bukti majunya peradaban Mesir kuno. Piramida di Giza ini ditaksir berumur sekitar 4,600 tahun. Dan menurut informasi, arsitek dari piramida terbesar tersebut adalah Wazir Khufu dan Hemon atau Hemiunu.
Mengelilingi komplek piramida, saya terkagum-kagum melihat bangunan yang sangat besar, dibangun di jaman yang belum semaju sekarang, namun kondisinya bisa dibilang masih cukup baik. Dengan batu-batu alam berukuran besar, disusun hingga mencapai ketinggian tertentu, tanpa menggunakan teknologi maju, amazing!
Saat mengelilingi Piramida Agung, saya melihat sebuah ceruk pada dinding piramida, yang sepertinya berfungsi sebagai pintu masuk ke dalam piramida. Ada keinginan untuk menjenguk seperti apa kondisi di dalam piramida, namun melihat ramainya pengunjung serta keterbatasan waktu, akhirnya saya hanya mengelilingi sisi luarnya saja, sambil terus berdecak kagum.
Di sekitar piramida, saya melihat banyak unta dengan kain warna-warni di punggungnya yang bisa dinaiki oleh pengunjung dengan membayar sejumlah uang, namun saya tidak bertanya berapa biayanya. Selain itu juga terdapat semacam kereta kuda, saya melihatnya seperti becak yang ditarik oleh kuda, yang bisa dinaiki oleh pengunjung untuk mengelilingi komplek piramida.
Rasanya belum puas berkeliling di komplek piramida, mengamati bangunan bersejarah, menikmati setiap detil bangunannya, dan merasakan vibe “ancient” namun modernnya. Tapi saya harus melanjutkan perjalanan. Saat bus yang saya naiki beranjak meninggalkan komplek piramida, tepat sebelum melewati pintu keluarnya, saya sempat melihat bangunan Sphinx yang terkenal itu. Sayang, saya hanya bisa melihatnya dari balik kaca jendela bus. See you next The Great Pyramid, I’ll be back someday.