Sejarah Ternate yang penuh perjuangan meninggalkan beberapa saksi bisu sejarah berupa bangunan yang dulu dijadikan sebagai tempat pertahanan dan pusat perekonomian para penjajah. Salah satunya adalah Benteng Kalamata.
Benteng Kalamata merupakan benteng yang dibangun oleh bangsa Portugis (Fransisco Serao) di tahun 1540 yang difungsikan sebagai tempat pertahanan dalam rangka perluasan daerah kekuasaan, serta untuk menghadapi serangan Spanyol dari Rum, Tidore. Pada tahun 1575 Portugis meninggalkan benteng yang selanjutnya dikuasai oleh Spanyol yang menjadikannya pos perdagangan rempah-rempah. Setelah Spanyol meninggalkan benteng, tahun 1609 Benteng Kalamata dipugar oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Pieter Both, dan menjadikan benteng sebagai pertahanan serdadu VOC.
Entah karena apa, pada tahun 1625 Benteng Kalamata ditinggalkan begitu saja oleh Belanda (Geen Huigen Schapen). Kondisi benteng yang kosong kemudian dimanfaatkan oleh Spanyol dengan mendudukinya kembali hingga tahun 1663. Kembali benteng tersebut kemudian ditinggalkan oleh Spanyol dan diambil alih oleh Belanda. Namun pada tahun 1798 pasukan Kesultanan Tidore di bawah pimpinan Sultan Nuku berhasil merebut benteng tersebut dengan bantuan dari pasukan Inggris.

Pada tahun 1799, benteng tersebut diperbaiki oleh Mayor Lutzow. Namun pada tahun 1810, Belanda kembali berhasil merebut Benteng Kalamata dari pasukan Kesultanan Tidore. Hingga pada tahun 1843, pemerintah kolonial Belanda secara resmi mengumumkan bahwa benteng dikosongkan. Dan setelah tahun 1843, kondisi Benteng Kalamata menjadi terbengkalai dan tidak terawat. Bahkan benteng ini pernah tergenang oleh air laut karena adanya abrasi di sekitar lokasi berdirinya Benteng Kalamata. Di tahun 1994 Pemerintah Republik Indonesia melakukan pemugaran terhadap kondisi benteng ini untuk menjaga keberadaannya. Pemugaran yang memakan waktu cukup lama itu kemudian diresmikan purna pugarnya di tahun 1997. Pemerintah Kota Ternate kemudian melakukan renovasi benteng dan menambahkan halaman serta rumah bagi penjaga benteng.

Benteng Kalamata juga dikenal dengan nama Benteng Kayu Merah. Hal tersebut karena benteng ini berlokasi di Kelurahan Kayu Merah, Kota Ternate Selatan. Pada awalnya benteng ini diberi nama Santa Lucia, tapi lebih dikenal dengan nama Benteng Kalamata. Nama Kalamata sendiri berasal dari nama Pangeran Kalamata, yang merupakan adik dari Sultan Ternate, Madarsyah.
Berbicara mengenai bentuk dari Benteng Kalamata, benteng ini berbentuk seperti 4 penjuru mata angin yang memiliki 4 bastion berujung runcing yang masing-masing memiliki lubang bidik. Sebagaimana benteng Portugis pada umumnya, konstruksi Benteng Kalamata termasuk kecil, tebal dindingnya hanya sekitar 60 cm dengan tinggi sekitar 3 meter. Posisinya yang berada di garis pantai yang langsung menghadap ke Pulau Tidore merupakan strategi Portugis untuk dapat terus memantau pergerakan Spanyol yang saat itu menguasai Pulau Tidore. Tujuan dari pembangunan benteng ini adalah untuk mengantisipasi serangan dari Pulau Tidore yang dilancarkan oleh pasukan Spanyol.
Saat ini, apabila kita mengunjungi Benteng Kalamata, begitu memasuki kompleks benteng akan terlihat sebuah taman cantik dengan rumput hijau terhampar, serta beberapa pot-pot batu yang diletakkan secara teratur dalam sebuah formasi. Taman yang ada di depan Benteng Kalamata cukup teduh, karena adanya beberapa pohon besar yang sedikit menahan pancaran sinar matahari. Di bagian kiri kompleks benteng terdapat rumah penjaga serta beberapa kendaraan.
Berjalan menyusuri jalanan setapak dari batu, akhirnya tibalah di depan gerbang Benteng Kalamata. Dinding batu hitam, kokoh, menjadi saksi betapa banyak sejarah Perjuangan yang sempat terjadi di benteng ini. Secara umum, kondisi benteng ini masih sangat baik. Dinding, tangga, bahkan sumur tua yang dulu merupakan sumber air bersih bagi serdadu yang menempati benteng ini masih ada. Memasuki benteng, di sebelah kanan terdapat sederetan anak tangga menuju ke sebuah bastion, dan tak jauh dari anak tangga tersebut, terdapat sebuah permukaan miring yang juga menuju ke bastion yang lain. Mungkin permukaan miring dari batu ini dulunya berfungsi sebagai jalur transportasi Meriam menuju lubang bidik. Sederetan anak tangga yang ada di dalam benteng berhadapan dengan anak tangga lainnya di sisi yang berlawanan, begitu juga dengan permukaan miring tadi. Apabila permukaan miring yang ada di sebelah kanan dari gerbang mengarah ke bastion yang langsung berhadapan dengan Gunung Gamalama, maka permukaan miring yang satunya mengarah pada bastion yang berhadapan dengan Pulau Tidore.

Di masing-masing bastion ada beberapa jendela bidik, yang mungkin dulu berfungsi sebagai tempat pengintaian dan tempat untuk meletakkan senjata untuk penyerangan. Berdiri di ujung bastion yang mengarah ke daratan, kita akan menatap Gunung Gamalama yang berdiri kokoh hingga menembus awan. Dan apabila kita berdiri di bastion yang mengarah ke laut, maka kita akan melihat indahnya Pulau Maitara dan Pulau Tidore. Sementara 2 bastion lainnya, masing-masing mengarah ke arah perumahan penduduk.

Menikmati siang di atas Benteng Kalamata sembari melihat indahnya perairan Maluku dan mengingat cerita sejarah yang pernah terjadi di benteng ini, rasanya adalah kombinasi yang sangat serasi.