Roda pesawat yang saya tumpangi akhirnya menyentuh aspal hitam landasan pacu Bandara Sultan Babullah. Penerbangan panjang sejak pukul 23.00 waktu Jakarta itu akhirnya selesai juga pukul 08.25 waktu Ternate. Huft…… perjalanan yang cukup panjang.
Keluar dari lambung pesawat, sinar matahari terasa menggigit di kulit, dan membuat saya harus memicingkan mata untuk melihat sekeliling. Sembari menunggu bagasi keluar, saya sempat memperhatikan ruang kedatangan di Bandara Sultan Babullah ini. Bandara Sultan Babullah ini tidak terlalu besar, 2 buah conveyor belt tampak bergerak perlahan, mengantarkan bagasi-bagasi bawaan penumpang dari beberapa penerbangan yang mendarat dalam waktu yang tidak terlalu jauh bedanya. Bagasi sudah di tangan, mari kita mulai perjalanan di bumi rempah ini.
Mengelilingi Ternate sebaiknya menggunakan kendaraan roda 4, karena mataharinya sangat terik. Namun, apabila ingin lebih santai mungkin bisa mencoba untuk menggunakan kendaraan roda 2 dengan bonus sengatan matahari yang lumayan mencubit di kulit.
First Stop – Sarapan
Penerbangan panjang dari Jakarta menuju Ternate cukup membuat saya dan teman-teman sepakat bahwa kami membutuhkan asupan energi sebelum memulai perjalanan di Ternate. Dan setelah berdiskusi dengan driver (abang Gani) yang akan mengantarkan kami berkeliling seharian di Ternate, akhirnya kami sepakat untuk mencoba menu khas masyarakat setempat, Nasi Kuning. Ternyata, di Ternate ini masyarakatnya biasa sarapan Nasi Kuning dengan lauk ikan atau telur rebus.
Mobil yang saya tumpangi bergerak perlahan menyusuri jalanan beraspal di Kota Ternate, dan berhenti di depan sebuah gang kecil yang bertuliskan RM Kamis. Saat kami tanyakan ke bang Gani, kenapa disebut RM Kamis, menurut bang Gani karena yang punya lahir di hari Kamis 😀
Saya dan teman-teman memasuki gang kecil yang berada di antara 2 tembok tinggi dari rumah penduduk setempat. Gang itu berujung pada sebuah rumah yang menyediakan menu sarapan berupa Nasi Kuning dan Lontong Sayur. Niat awal saya untuk mencoba Nasi Kuning akhirnya goyah, dan berganti menu Lontong Sayur.
Tidak menunggu lama, sepiring Lontong Sayur dengan telur rebus dan sambal goreng kentang terhidang di depan saya. Teman-teman memilih untuk mencicipi Nasi Kuning dan telur rebus. Aroma kuah dari Lontong Sayur sukses membuat perut saya berbisik kecil, baiklah… mari kita coba.
Setelah isi piring ludes, perut pun sudah tenang, saya dan teman-teman kemudian melanjutkan perjalanan. Akan ke mana kah kami?
Second Stop – Kedaton Kesultanan Ternate
Saya dan teman-teman tiba di Kedaton Kesultanan Ternate sekitar pukul 09.15, masih cukup pagi, dan yang jelas masih sepi, sehingga kami bisa mendengarkan cerita dari bapak penjaga dengan lebih nyaman. Melewati bangunan pendopo yang terbuka di halaman belakang, yang pertama kami temui adalah lambang Kesultanan Ternate yang berupa Burung Garuda berkepala 2 mencengkeram tulisan Limau Gapi. Menurut cerita, lambang Burung Garuda inilah yang nantinya akan menjadi cikal bakal lambang negara Republik Indonesia yang kita kenal saat ini, dengan berbagai perubahan dan penyesuaian.
Dari bangunan pendopo, saya kemudian menaiki tangga untuk mencapai bangunan kedaton. Memasuki sebuah ruangan besar, terdapat sebuah meja panjang dengan 12 kursi yang terbuat dari kayu, tertata dengan rapi. Selembar taplak meja putih menghiasi meja panjang tersebut. Terdapat beberapa lemari kayu besar, yang salah satunya berisikan berbagai plakat serta piring keramik dari berbagai negara. Porselen kuno berwarna krem menghiasi lantai di ruangan ini. Kusen dan daun pintunya yang berwarna kuning gading tampak serasi dengan tembok beton yang sewarna dengan porselen. Sehelai tirai bermotif tampak menghiasi setiap pintu tertutup yang menuju ke kamar. Saya melewati sebuah pintu yang terbuka, yang mengarah ke ruang depan.
Saya memasuki ruangan utama bangunan kedaton, sebuah ruangan besar dengan dindingnya yang berwarna krem dan porselen senada sebagai lantainya. Beberapa lemari pajang tampak menghiasi ruangan utama ini. Masing-masing lemari berisikan benda yang berbeda. Ada yang berisikan peralatan perang, senjata, pakaian yang pernah digunakan oleh Sultan terdahulu, peralatan yang terbuat dari keramik, dan masih banyak lagi. Foto-foto Sultan Ternate yang pernah bertahta pun tampak menghiasi ruangan ini. Di langit-langit ruangan terlihat sebuah lampu gantung besar terbuat dari logam. Tepat di bawah lampu gantung tersebut, terdapat sebuah meja yang ditutupi dengan kain putih yang di atasnya terdapat sebuah mangkok keramik putih besar, tempat air dari tanah, mangkok pembakaran aroma (sejenis dupa), serta 4 buah gelas kaca yang berisi air. Menurut bapak penjaga yang menemani saya berkeliling, air di meja itu akan diganti 3x dalam seminggu, yaitu di Hari Senin, Selasa dan Kamis.

Di sudut-sudut ruangan terdapat berbagai benda kuno yang mayoritas terbuat dari logam. Sebuah kamar berpintu kuning yang ditutupi sehelai tirai bermotif, yang disebut Kamar Puji, merupakan ruangan sakral yang di dalamnya terdapat mahkota Kesultanan Ternate yang konon memiliki rambut yang terus tumbuh hingga saat ini. Tidak sembarang orang yang bisa masuk dan melihat isi dari Kamar Puji. Hanya orang-orang terpilih dan mendapatkan ijin dari Sultan yang bisa masuk ke kamar ini, dan unfortunately, sepertinya saya belum terpilih untuk bisa masuk ke kamar tersebut.

Dari ruangan utama tersebut, saya menuju bagian teras dari Kedaton Ternate. Di kejauhan terlihat laut luas membentang. Di halaman Kedaton, terlihat 3 buah tiang bendera yang berdiri pada sebuah pondasi bundar dan berundak. Di setiap tiang berkibar sebuah bendera, yang terdiri dari bendera Merah Putih, bendera Kesultanan Ternate dan bendera Kesultanan Islam tertua di Indonesia Timur. Di seberang halaman kedaton, terdapat sebuah lapangan hijau membentang luas. Dari informasi yang saya dapatkan, di lapangan itu biasa diadakan keramaian untuk masyarakat Ternate.

Berdiri di ujung teras Kedaton Ternate, merasakan wangi laut yang samar tercium, Indonesia, I love you so much!
Tips untuk mengunjungi Kedaton Ternate:
- Gunakan pakaian yang sopan, usahakan tidak bercelana pendek untuk wanita;
- Datanglah di pagi hari, kedaton ini dibuka untuk umum mulai pukul 9 pagi.