Keisengan memeriksa twit di sela-sela jam kerja hari itu ternyata membawa saya pada sebuah perjalanan yang tidak biasa. Seminggu yang lalu (lewat 2 hari), persis di hari yang sama, handphone di meja saya ga berhenti bersuara. Semua account media sosial saya bergantian saling menunjukkan notifikasi yang masuk. Dan semua itu ngucapin “Selamat Ulang Tahun Evy” 😀
Iya, seminggu yang lalu itu (lewat 2 hari) memang tanggal di mana saya lahir sekian tahun yang lalu (mau bilang 17 tahun lalu kan nanti pasti banyak yang protes :D).
Sebuah twit dari @gagasmedia tentang Tour the Journeys 3 yang akan mengadakan perjalanan ke Rumah Dunia dengan beberapa penulisnya membuat saya segera menghubungi contact person sebagaimana yang tertera di foto yang terlampir di twit tersebut. Mbak Chyntia!
Ketik-ketik-ketik-ketik…… saya menghubungi mbak Chyntia melalui WA. Dan langsung daftar.
Berhasil meracuni seorang sahabat untuk ikut serta (dadah-dadah ke Windy ^.*), akhirnya kita berdua confirmed untuk ikutan. Transfer done, kirim email konfirmasi pembayaran done, tinggal nunggu konfirmasi itinerary dari mbak Chyntia. Makasih mbak ^.*
Merasa tidak sabaran untuk menunggu tanggal 12 April datang menghampiri. Di pikiran sudah terbayang-bayang bakal ketemu Dina @DuaRansel (yang selama ini cuma bisa stalking-in timeline, IG dan web-nya), aMrazing (yang terlihat ceriwis kalau di timeline), Windy Ariestanty (editor keceh yang sering wira-wiri di timeline), Vabyo (yang ternyata punya nama asli Valiant Budi, pernah baca beberapa tulisannya, tapi baru add twitter-nya setelah acara Tour the Journeys 3 #pissman), Hanny Kusumawati (honestly, baru ngeh dan kenal setelah acara kemarin itu – biasanya baca tulisan doski ya dibaca doang, ga ngapalin namanya :D), trus Alfred Pasifico (nah…yang ini beneran blasss ga ngeh sama sekali – piss ya om :D).
Jumat malam, setelah pulang kantor saya bergegas menyiapkan peralatan untuk jalan-jalan besok pagi.
- Kamera, checked
- Batere. checked
- Raincoat, checked
- Payung, checked
- Printilan obat-obatan, checked
- Converse kesayangan, checked
Oke, persiapan siap, mari bobok dulu.
Sabtu, 12 April 2014
Jam 7 pagi saya sudah siap berangkat. Tinggal menunggu Windy, yang belum ada kabar.
Finally, jam 7.15 pagi saya dan Windy siap, dan mulai melangkah menuju…….. halte busway 😀
Sesuai dengan itinerary yang dikirimkan melalui email, meeting point di parkiran Ragunan. Saya dan Windy memutuskan untuk naik Kopaja S602 yang rutenya persis akan berhenti di depan Ragunan.
Tumben, pagi ini kenapa si Kopaja belum lewat-lewat. Biasanya lebih banyak Kopaja yang lewat dibandingkan bus Transjakarta.
Teng! Jam 7.30 si ijo mungil lewat. Saya dan Windy bergegas naik. Let’s go!!!
Jam 8 lewat beberapa menit, saya dan Windy sampai di depan Ragunan. Oke, cek handphone dulu, tadi di dalam Kopaja terasa berdering-dering mulu.
Hmm…. ada 1 sms, tampaknya dari panitia acara Tour the Journeys 3.
“Selamat pagi peserta Tour the Journey. Pemberitahuan. Bis kita berada di parkiran bis kebun binatang Ragunan. Terima kasih”.
Pengirim: 0878808xxxxx (hayo ngaku…. siapa yang kirim sms???) 😀
Saya dan Windy mulai celingukan, nyari-nyari bus yang (mungkin) ada tulisan “Tour the Journeys 3”. Akhirnya, memutuskan nanya sama penjaga pintu masuk parkiran, dan ditunjukin area parkiran yang masih nun jauh di belakang. Baik lah, mari kita cari lagi.
Mencoba untuk telepon ke nomor yang tadi sms, jawabnya juga sama “Please find bus biru, di parkiran bus, di depan pintu utama Ragunan” 😀
Sudah melewati loket yang menjual tiket masuk Ragunan, tapi mata saya belum berhasil menemukan “bus biru” yang dimaksud, selain deretan bus Transjakarta, hehehehehe…
Memutuskan untuk melipir ke bagian kanan area parkir yang dibatasi pagar berwarna hjau, dan tetiba mata saya meihat sebuah bus biru dari perusahaan si burung biru, apa mungkin itu busnya?
Dan selarik tulisan di body bus “Tour the Journeys 3” meyakinkan saya bahwa itu adalah bus yang benar.
![]() |
“Tour the Journeys” thanks to @landiachmad untuk fotonya, pinjem yaa….. |
Di situ sudah ada 4 cewek yang duduk manis di halte, EA, Dwi, Della + Shasha. Dan panitia acara, “M” (jadi inget film James Bond, hehehehe), plus Ugie.
Diabsenin sama “M” dan disuruh ambil nomor kursi, kebagian nomor 29 #weeeww
Sambil nunggu peserta+panitia+penulis yang belum datang, saya dan Windy memutuskan untuk nongkrong di warung kecil yang ada di pinggir area parkir (itu alasan aja sih, sebenarnya pengen nyari minuman dingin, karena Jakarta pagi itu diskon banget panasnya).
Ga pake lama, sebotol poca** sw**t dingin langsung kosong isinya, yang meluncur manis di tenggorokan.
![]() |
yeaaaayyyyy!!! ketemu Dina @DuaRansel |
Nah.. nah… nah… itu Dina @DuaRansel!
Selama ini cuma bisa mantengin timeline, web + IG-nya, hari itu saya berhasil ketemu dan langsung ngobrol. Keingetan Gina, sahabat di grup trip yang nge-fans berat dengan @DuaRansel. “Gin……. aku ketemu Dina lhooooooo!!!” #pamer 😀
Kurang lebih jam 9.30 akhirnya rombongan berangkat.
Saya yang dapat kursi nomor 29, dibolehin pindah ke nomor 15 sama “M” karena masih kosong. Dan duduk manis lah saya di kursi nomor 15, samping jendela.
Tiba-tiba, mbak Resita (pimred Gagas Media) nyolek saya dan bilang “Mau duduk bareng Dina ga? Yuk tuker”.
Waaaaaaaaaaahhhhh….. ga perlu ditawarin 2x mbak, saya langsung pindah dan tukar nomor kursi dengan mbak Resita.
Yeay…… bisa dengar cerita Dina sepanjang perjalanan.
“Ginaaaaaaaaaaaaaaa……. kamu pasti envy deh, aku duduknya di bus barengan Dina nih”, hehehehehe….
Sepanjang perjalanan Jakarta – Serang, saya ngobrol dengan Dina.
Mulai dari perjalanannya di Kerala kemarin karena terpilih sebagai finalis Kerala Blog Express Tour, blusukan pakai Sari (pakaian khas India) di India, jalan-jalan di Bangkok waktu ada insiden demo, persiapan jalan-jalan ke Australia, dan lain-lain.
Entah kenapa, yang saya ingat dari blusukannya Dina menggunakan sari di India adalah foto before – after-nya, hihihihihihi…
Perjalanan Jakarta – Serang sekitar 2 jam jadi ga terasa dengan cerita dari Dina. Dan ternyata bus kami telah memasuki halaman dari Rumah Dunia!
![]() |
Balai Belajar Bersama – Rumah Dunia |
Rumahku Rumah Dunia Kubangun Dengan Kata-Kata
![]() |
lukisan, tulisan, artikel menjadi penghias dinding Rumah Dunia |
Itu sebaris kalimat yang tersusun rapi di bumbungan sebuah rumah, berpondasi beton, berdinding bata merah, beratap daun dengan kayu-kayu kokoh menopang langit-langitnya.
Di depan pintu masuk, ada 2 monitor bekas yang diletakkan di kanan-kiri pintu. Kemudian 4 keyboard bekas, 2 keyboard bekas di masing-masing sisi, tertempel di pilar pintu masuk. 2 mesin tik bekas tergantung di tiang penyangga atap pintu masuk. Dan di atas pintu utama terdapat tulisan “BALAI BELAJAR BERSAMA”.
Di dalam bangunan, dinding bata merah berlapis semen dicat putih didominasi dengan lukisan, gambar, artikel dan tulisan dari alumni, relawan dan “murid” dari Rumah Dunia. Rak buku bersusun-susun menempel di sepanjang dinding ruangan, mulai dari buku pelajaran, buku cerita, buku gambar dan sebagainya. Di ruangan sebelah kiri pintu masuk, terdapat rak-rak buku yang berisikan buku yang “lebih dewasa”.
![]() |
sebagian artikel penghias dinding Rumah Dunia |
![]() |
mas Gol A Gong, founder Rumah Dunia |
Rumah Dunia, merupakan sebuah “negara” kecil yang dibangun oleh mas Gol A Gong – yang pernah merasakan era 80s dan 90s pasti tahu siapa beliau, awalnya merupakan sebuah komunitas kesenian yang didirikan pada tahun 1998 untuk mewujudkan keinginan mas Gol A Gong memiliki sebuah gelanggang remaja. Berdiri di atas tanah seluas 3000 m2, di Komplek Hegar Alam, Ciloang, Serang, Banten. Selama melihat-lihat Rumah Dunia, kami didampingi langsung oleh mas Gol A Gong sendiri, plus istri, plus beberapa relawan.
![]() |
rak buku menghiasi hampir seluruh dinding di Rumah Dunia (abaikan penampakan di sudut ruangan :D) |
![]() |
aula terbuka di halaman depan Rumah Dunia (photo by @landiachmad) |
![]() |
mendengarkan cerita mas Gol A Gong mengenai terbentuknya Rumah Dunia dan kegiatannya(photo by @landiachmad) |
![]() |
masih mendengarkan cerita mas Gol A Gong (photo by @landiachmad) |
![]() |
sisi luar Rumah Dunia |
![]() |
di halaman belakang Rumah Dunia terdapat beberapa bangunan, termasuk ruang Sekretariat, area kelas membaca, mushola, dan beberapa ruangan lainnya |
![]() |
ruang Sekretariat Rumah Dunia |
![]() |
ruangan terbuka yang berfungsi sebagai sanggar belajar |
![]() |
siap-siap ber-Gonjlengan 😀(photo by @landiachmad) |
Selesai berkeliling, di aula terbuka sudah disiapkan menu makan siang berupa nasi boks. Tapi Dina @DuaRansel sempat mengutarakan keinginannya untuk makan secara “Gonjlengan”. Saya sendiri ga ngerti itu apa artinya?
![]() |
cuci tangan, singsingkan lengan baju, mari kita Gonjlengan ^.^(photo by @landiachmad) |
Akhirnya mas Gol A Gong menceritakan yang dimaksud dengan makan “Gonjlengan”.
Makan Gonjlengan adalah tradisi makan di masyarakat Banten, di mana sajian nasi dan lauk-pauknya diletakkan secara bersama-sama menggunakan alas sehelai daun pisang. 1 lembar daun pisang yang di atasnya telah tersedia nasi, sayur dan lauk-pauk tersebut biasanya akan dirubung (haduh, apa ya istilahnya?) pokoknya nanti di 1 daun pisang itu akan ada 4, 5 atau lebih orang yang akan makan secara bersama. Tradisi makan bersama ini mengingatkan saya akan tradisi makan bersama di beberapa daerah – Bedulang di Belitong, Seprahan di Sambas.
![]() |
mari ber-Gonjlengan…(photo by @landiachmad) |
Jadi lah siang itu kami mencoba untuk makan Gonjlengan. Masing-masing kemudian menumpahkan isi boks jatah makan siangnya ke atas daun pisang yang sudah disediakan.
Saya berbagi daun pisang dengan Windy, Leni, Yuke, Farid, Landi dan 1 lagi lupa namanya 😀
Menikmati menu makan siang berupa nasi putih, capcay, ayam opor, sambal dan lalapan, di aula terbuka ditemani cuaca yang lumayan sejuk dan hujan membuat makan siang hari itu terasa berbeda.
Ternyata, makan Gonjlengan itu seru lho. Sambil ngobrol dengan teman baru, saling bercerita, tak terasa menu makan siang di atas daun pisang pun licin tandas tak bersisa 😀
![]() |
habis Gonjlengan, terbit lah kenyang 😀 (photo by @landiachmad) |
![]() |
bersama Dina, mau envy-in Gina 😀 (photo by @landiachmad) |
Selesai makan siang, kami telah ditunggu di aula utama Rumah Dunia untuk acara inti dari jalan-jalan ini, “Meet n Greet Penulis The Journeys 3”.
Mendengarkan sharing dari para penulis tentang proses kreatif yang mereka lalui untuk menghasilkan tulisan yang akhirnya terbit menjadi sebuah buku, sungguh menyenangkan. Amaze melihat kemampuan mereka menuangkan kata-kata menjadi sebuah tulisan dan buku yang bisa membuat saya terkagum-kagum dengan perjalanan yang telah mereka lalui.
Tanya jawab dengan teman-teman dari Rumah Dunia pun berlangsung dengan sangat seru.
Ditambah dengan acara bagi-bagi buku gratis dari Gagas Media, hmm…… seruuuuuuu!!!
![]() |
sesi tanya jawab antara penulis dengan teman-teman di Rumah Dunia |
![]() |
Windy – Alfred – Dina – Alex – Vabyo – Hanny – MC dari Rumah Dunia |
![]() |
nampang rame-rame setelah “Meet n Greet The Journeys” (photo by @landiachmad) |
Setelah selesai acara “Meet n Greet Penulis The Journeys”, kami diajak untuk melihat-lihat Serang. Tujuan pertama adalah Istana Kaibon. Ya…. emang sih, tinggal reruntuhannya aja, tapi saya suka. Gimana cerita kami di sana, hmm…… tunggu posting-an selanjutnya 😀