Search

Terpikat Jaran Goyangnya Kopi Kemiren

Halo para pencinta kopi, gimana kebiasaan ngopinya selama social distancing ini? Sudah melewatkan berapa purnama dengan tidak kongkow di cafe favorit?

I feel you! Kebiasaan menenteng 1 tumbler kopi setiap ke kantor, sudah hampir 3 bulan ini tidak dilakukan.

Bicara tentang kopi, dulu awalnya saya hanya seorang penikmat aroma kopi. Yup, hanya aromanya saja! Dan moment paling menyenangkan itu adalah ketika secangkir yang masih menyisakan uap panasnya didekatkan ke hidung. Aroma kopi yang khas bisa mengubah mood saya seketika. Kebiasaan itu pun sudah berlangsung bertahun-tahun. Hingga suatu ketika, entah bagaimana saya kemudian menjadi penikmat kopi sesungguhnya. Dan akhirnya menjadi aktivitas wajib untuk menemukan kopi lokal saat melancong ke daerah-daerah.

Seperti saat saya berkunjung ke Banyuwangi beberapa waktu yang lalu, salah satu agendanya adalah mencoba kopi asli Banyuwangi yang diolah dengan cara tradisional. Nama kopinya cukup unik, Jaran Goyang. Hmm….. kopi dari desa Kemiren ini menurut cerita adalah kopi unggulan dari Banyuwangi. Seperti apa rasanya? Gimana cara pengolahannya? Jadi penasaran.

Umah Kopi Athok
ini penampakan luar dari Umah Kopi Athok, monggo yang mau mampir
salah satu sudut Umah Kopi Athok

Namanya Umah Kopi Athok. Di sini saya akhirnya bisa melihat tahapan-tahapan bagaimana cara memroses biji kopi hingga menjadi bubuk yang kemudian diseduh menjadi secangkir kopi yang aroma dan rasanya nikmat luar biasa.

ini bu Rohaniah, beliau yang menunjukkan kepada saya cara pengolahan biji kopi hingga menjadi bubuk siap seduh

Saat saya tiba di Umah Kopi Athok, bu Rohaniah telah menyiapkan biji kopi yang akan diolah menjadi bubuk. Saya pun diajak ke dapur tempat pengolahan. Di sudut kiri terlihat tungku tradisional yang akan menjadi tempat untuk menyangrai biji kopi hingga tingkat kematangan tertentu agar rasa kopi yang dihasilkan enak.

biji kopi yang siap disangrai
biji kopi disangrai menggunakan wajan dan tungku tradisional

Biji kopi ditempatkan di dalam wajan sangrai (kopi akan disangrai – digoreng tanpa menggunakan minyak), kemudian tungku dihidupkan dengan kayu bakar. Di sini semua pengolahan dilakukan secara tradisional. Saat api membesar, biji kopi harus selalu dibolak-balik agar tidak hangus, supaya kopi yang dihasilkan rasanya tetap terjaga. Ketika biji kopi telah matang, selanjutnya dimasukkan ke dalam lesung kayu dan ditumbuk. Biji kopi ditumbuk secara manual menggunakan alu dari kayu hingga menjadi bubuk. Kemudian, biji kopi yang telah ditumbuk lalu diayak agar didapatkan bubuk kopi yang sangat halus. Nah, bubuk kopi inilah yang kemudian diseduh menjadi bercangkir-cangkir kopi yang sukses membuat senyum saya membuncah sepanjang hari. Rasanya sedap!

biji kopi yang telah disangrai kemudian ditumbuk secara manual menggunakan lumpang dan alu dari kayu
pengayakan bubuk kopi

Untuk menyeduh kopinya pun ternyata ada aturannya, agar kopi yang dihasikan benar-benar berkualitas.

Kebetulan saat selesai melihat proses pembuatan bubuk kopi, ada seorang mas-mas di Umah Kopi Athok yang bersedia mengajari saya bagaimana cara menyeduh kopi yang benar. Yang terpenting, jangan pernah menyeduh kopi menggunakan air dari dispenser ataupun termos! Pokoknya jangan pernah! Karena apa? Ternyata untuk mendapatkan secangkir kopi yang sedap di lidah, bubuk kopi harus diseduh menggunakan air mendidih bersuhu 100 derajat celcius.

proses pembuatan secangkir kopi
aduk perlahan searah jarum jam

Untuk membuat secangkir kopi, pertama-tama taruh 1 sdm bubuk kopi (sekitar 6-8 gr) ke dalam cangkir. Kemudian tuangi dengan air mendidih sedikit demi sedikit sekitar 30 ml. Lalu aduk adonan kopi searah jarum jam secara perlahan agar ampas kopi tidak turun ke dasar cangkir. Kemudian, tambahkan lagi air mendidihnya sedikit demi sedikit hingga memenuhi cangkir sambil terus diaduk secara perlahan. Secangkir kopi yang pasti bikin mood bahagia siap dinikmati.

Oh iya, untuk menikmati kopi Jaran Goyang ini pun ada ritualnya lho.

Pertama, angkat cangkir dan dekatkan ke hidung. Lalu hirup aroma khas kopinya hingga memenuhi rongga penciuman. Kemudian, seruput sedikit dari bibir cangkir sampai berbunyi “sruuuupppp”. Rasakan cairan kopi yang menyentuh lidah, langit-langit, baru “cleguk” ditelan. Dijamin, rasa kopinya bakal tak terlupakan.

Yes! Saya akhirnya paham kenapa nama kopinya Jaran Goyang?

Kenikmatan aroma dan rasa kopinya seperti menempel dan tertinggal di seluruh indra pengecap. Nikmat tiada tara.

Benar-benar seperti ada “pengikatnya”.

Dan menurut saya, kopi Kemiren ini sangat nikmat diminum tanpa gula, alias kopi item.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

You may use these <abbr title="HyperText Markup Language">html</abbr> tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.