De Djawatan Benculuk.
Nama itu pertama kali saya dengar dari seorang teman yang nanya “Mbak, udah pernah ke sini?” Nama itu terdengar asing dan akhirnya memaksa saya untuk mengetikkannya di kolom pencarian. Sederet foto-foto seperti yang ada di film Lord of the Ring tampak di layar laptop. What?? Mata saya seolah tidak percaya. Beneran ada hutan seperti ini di Indonesia?
Jari-jari pun semakin lincah menggeser kursor, menggerakkan mouse dan menampilkan hasil pencarian view in new link. Perlu beberapa saat bagi saya untuk mengumpulkan informasi tentang tempat ini, sebelum akhirnya memutuskan “Ayo, kita ke sana!”
Dari beberapa sumber yang saya baca, saat paling bagus untuk memotret di Benculuk adalah saat pagi, ketika sinar matahari sedang naik dan menghasilkan pendar dari celah dedaunan pohon-pohon Trembesi raksasa yang ada di sana. Atau, pada sore hari, saat matahari mulai turun dan menyisakan sinarkan yang kemerahan.
De Djawatan Benculuk ini sendiri adalah lahan milik Perhutani yang dulunya berfungsi sebagai tempat pengelolaan kereta api dan penyimpanan kayu Jati berkualitas di Banyuwangi. Luas lahan ini seluruhnya berkisar sekitar 3.8 hektar, namun yang saat ini sedang booming dan menjadi salah satu destinasi wisata di Banyuwangi hanya sebagian kecilnya saja yang terletak di dekat pintu masuk.
De Djawatan Benculuk ini letaknya sekitar 30 km sebelah barat kota Banyuwangi, di wilayah Cluring, kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Bisa ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam dari Bandara Blimbingsari.
Saya tiba di sana ketika hari menjelang sore. Dan karena saat itu Banyuwangi dan Indonesia sedang mengalami musim kemarau yang cukup panjang, setibanya di sana, pohon-pohon Trembesi raksasa yang ada terlihat sedikit berkurang nuansa hijaunya. Terlihat coklat dengan cabang-cabang yang meranggas, membuat sinar matahari yang masih sangat terang dengan bebasnya menyinari tanah berdebu yang ada di sana.
Pohon-pohon Trembesi raksasa itu telah berumur puluhan, bahkan mungkin ada yang ratusan tahun. Dengan diameter batang utamanya yang sangat besar dan cabang serta ranting panjang menjulang. Daun-daunnya terlihat jarang dan sebagian telah menguning bahkan coklat dan gugur.
Terbayang beberapa scene film Lord of the Ring. Ah, seandainya saat ini musim penghujan, pasti lah suasana di Benculuk akan sejuk dan penuh dedaunan hijau. Untung saja lumut yang tumbuh di cabang dan ranting pohon-pohon Trembesi ini masih sangat banyak dan tumbuh menjulur-julur. Walaupun tidak semuanya berwarna hijau, namun cukup membuat suasana di sekitarnya tidak terlalu gersang.
Berkeliling, saya membayangkan seandainya nanti bisa kembali ke Benculuk, saya akan memilih pagi hari. Saat embun belum hilang, saat matahari baru sepenggalah, dan membiarkan ujung-ujung sinarnya menyeruak dari sela dedaunan hijau yang ada. Pasti indah!
Oh iya, saat ini De Djawatan Benculuk sudah menjadi semacam destinasi wajib apabila berkunjung ke Banyuwangi, layaknya Kawah Ijen dan Taman Nasional Baluran. Semoga, walaupun telah menjadi destinasi wisata yang terbuka untuk umum, kondisi Benculuk tetap dipertahankan sebagai hutan ya. Tetap terjaga kebersihannya, keasriannya.
Jadi, kapan kamu mau ke Benculuk? Bareng yuk!!