Menyambung cerita keliling Gunung Kelud beberapa waktu yang lalu, dan tengah malam ini pun kami tiba di Pantai Sendang Biru. Badan yang sudah terasa sangat penat bergoyang-goyang di dalam kendaraan sepanjang perjalanan Gunung Kelud – Sempu, membuat saya ingin segera meluruskan punggung.
Kami tiba di Pantai Sendang Biru yang berhadapan dengan Pulau Sempu di tengah malam menjelang subuh. Dan kami telah dinanti oleh 3 buah tenda yang terlihat sangat nyaman (yah, karena hari ini full keliling di dalam kendaraan, dari Stasiun Pasar Turi – Trowulan – Mojokerto – Gunung Kelud, dan sekarang Pantai Sendang Biru). Bersih-bersih dulu ah, abis itu langsung bobok 😀
Ambil sleeping bag, terus pasang badan di pojokan tenda, dan saya pun segera terlelap.
Hooooaaaaaaeeemmmmm…. Selamat pagi…… #nguletngulet
Segarnya badan setelah berhasil terlelap sekitar 4 jam. Dan aktivitas pagi ini diawali dengan antri di kamar mandi umum yang ada tidak jauh dari lokasi tenda kami. 1, 2, 3, 4, oke, saya antrian ke-5 di kamar mandi ke-2 dari pojok. Jebar…jebur….. 10 menit beres, terus beres-beres dikit di dalam mobil 😀
Hari ini siap-siap trekking lagi ke Pulau Sempu.
Sedikit informasi, sebenarnya Pulau Sempu bukanlah sebuah lokasi wisata (ups). Sempu merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah Selatan Pulau Jawa, secara administratif berada di wilayah Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Pulau Sempu hanya memiliki luas 877 hektar yang ditumbuhi dengan pohon-pohon tropis. Pulau ini merupakan cagar alam yang dikelola oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur dan Departemen Kehutanan Indonesia. Pulau ini diakui sebagai sebuah cagar alam sejak tahun 1928 pada masa pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan Besluit van den Gouverneur Generaal van Nederlandsch Indie No : 69 dan No.46 tanggal 15 Maret 1928 tentang Aanwijzing van het natourmonument Poelau Sempoe dengan luas 877 ha.
Selain keputusan pemerintahan pada zaman kolonial, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999 tertanggal 15 Juni 1999 juga menegaskan Pulau Sempu sebagai Cagar Alam.
“Cagar Alam adalah suatu kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Sebagai bagian dari kawasan konservasi (Kawasan Suaka Alam), maka kegiatan wisata atau kegiatan lain yang bersifat komersial, tidak boleh dilakukan di dalam area cagar alam.
Untuk memasuki cagar alam diperlukan SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi).” — Wikipedia Indonesia tentang Cagar Alam. Jadi, untuk memasuki Pulau Sempu, dibutuhkan Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) yang harus diurus lewat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Jawa Timur di Surabaya. #semogawaktusayakeSempumemangadaSIMAKSInya
Pulau ini berbatasan dengan Selat Sempu (Sendang Biru) dan dikelilingi oleh Samudera Hindia di sisi Timur, Barat dan Selatan. Sebagai sebuah cagar alam, sebenarnya Pulau Sempu tertutup untuk umum. Wisatawan dilarang untuk datang dan berkunjung ke Pulau Sempu. Dan saat saya ke sana, saya terus terang tidak mengetahui status Pulau Sempu yang merupakan sebuah cagar alam #toyormyself
Karena kami diinfokan bahwa medan menuju Segara Anakan cukup licin dan basah, kami disarankan untuk menggunakan sandal trekking ataupun sepatu karet yang solnya seperti sepatu bola. Di sekitar Sendang Biru banyak warung-warung yang menyediakan sepatu karet tersebut, dan bisa disewa. Beberapa orang teman yang kebetulan tidak membawa sandal trekking akhirnya memutuskan untuk menyewa sepatu karet supaya nyaman selama perjalanan menuju Segara Anakan.
Dari Pantai Sendang Biru, saya dan teman-teman menaiki 2 buah perahu kayu untuk bisa mencapai Pulau Sempu. Beruntung Selat Sempu pagi itu sangat bersahabat, nyaris tidak ada gelombang. Dan tanpa berlama-lama, saya dan teman-teman pun tiba di Pulau Sempu.
Turun dari perahu kayu, kaki saya langsung menyentuh pasir bercampur lumpur di salah 1 sudut Pulau Sempu. Di depan saya terlihat berbagai jenis pepohonan tropis yang tidak terlalu rapat, sehingga kami masih bisa melihat sebuah jalan setapak kecil mengarah ke tengah pulau.
Dipandu mas Dani, yang merupakan seorang trip organizer dari Kota Malang, perlahan kami pun memasuki Pulau Sempu. Memasuki hutan (yah, saya lebih suka menyebutnya hutan karena pepohonan yang ada di sana sangat banyak dan beraneka macam + ukuran), kami disuguhi tanah becek yang licin karena sedikit gerimis. Saya berjalan mengikuti rombongan dengan sangat hati-hati kalau tidak ingin jatuh terjerembab di tanah licin yang kadang memberikan bonus sebuah kubangan kecil.
Selama perjalanan, hidung saya disuguhi wangi tanah basah lengkap dengan harum dedaunan. Membuat saya dengan rakus berusaha memenuhi paru-paru ini dengan kesegarannya. Kaki melangkah perlahan menyesuaikan dengan medan yang terpampang luas di depan mata. Ups, badan saya sedikit berayun ketika tiba-tiba kaki saya terpeleset dan berakhir dengan kaki kanan yang mendarat manis pada sebuah kubangan kecil, yang untungnya (masih untung) hanya berair sedikit. Tangan pun harus sigap mencari sesuatu yang bisa dipegang/digayuti sepanjang jalan agar tidak gedebug jatuh 😀
Perjalanan menuju Segara Anakan yang ada di Pulau Sempu ini membutuhkan waktu sekitar 1.5 hingga 2 jam, tergantung kecepatan jalan masing-masing. Dan sepertinya kami membutuhkan waktu yang lebih panjang karena terlalu sering berhenti…….. Kecapekan? Oh NO!!! Kami berhenti untuk…….. foto-foto 😀
Dan finally, di depan saya melihat sebuah telaga bening yang dikelilingi tebing batu, yang berbatasan dengan samudera luas. Yah, Segara Anakan!
Kalau saja ga ingat dengan posisi kami yang masih di atas tebing, dan perlu beberapa langkah lagi untuk turun menuju hamparan pasir putih dan telaga itu, ingin rasanya saya lari dan segera menceburkan diri ke dalam telaga. Setelah sedikit bersusah-susah menuruni tebing, dibonusin kepeleset dan sedikit baret-baret di ke-2 tangan, akhirnya saya tiba di hamparan pasir putih itu. Pasirnya haluuuuuuuuusssssssss……. Dan yang bikin ga bisa menahan diri itu adalah godaan air jernih di Segara Anakan. Tanpa berpikir lama, saya segera meletakkan tas, kamera dan seluruh barang bawaan di pasir dan kemudian menghambur nyebur ke telaga, segeeeeeeeeeeeeeeeeeeerrrrrrrr…………
Tanpa perlu dikomando, teman-teman yang lain pun langsung berebutan terjun ke dalam telaga. Air di Segara Anakan jernih, sehingga saya bisa melihat dasar berpasirnya. Melupakan umur, kami pun bermain bagaikan anak kecil yang dilepas bermain di tengah hujan. Seruuuuuuu…..
Main air rame-rame, saling siram dan simbur, walhasil basah kuyup dan akhirnya berendam lah kami sebatas leher di Segara Anakan.
Saya sangat menyukai suasana di sekitar Segara Anakan. Pasir putih yang halus, kecipak air di dalam telaga dan suara hempasan ombak di tebing batu yang memisahkan Segara Anakan dengan Samudera Hindia. Sesekali air laut masuk ke dalam segara melalui sebuah celah di tebing batu karang yang menghadap ke samudera.
Beberapa teman memutuskan untuk menaiki tebing batu karang untuk melihat Segara Anakan dari atas. Saya? Ga mau kalah, saya ikutan juga walau ga sampai di puncak karena males, soalnya tangan dan kaki sudah lumayan penuh baret-baret akibat tergores karang.
Dilihat dari atas tebing batu, Segara Anakan bagaikan kolam yang luas di tengah-tengah hutan yang hijau (semoga Sempu selalu terjaga).
Puas foto-foto di atas tebing, kami pun turun dan bersiap-siap untuk kembali ke Sendang Biru. Belum apa-apa sudah terbayang medan yang pastinya tambah licin karena selama perjalanan kami menuju Segara Anakan, gerimis turun dengan setianya.
Mari kita semangat, menjelajah hutan lagi menuju perahu…. Tapi, sebelum pulang kami masing-masing mengeluarkan kantong plastik untuk memunguti sampah yang ada. Ini bukan pencitraan, tapi emang beneran, saya dan teman-teman agak miris dengan kondisi di sekitar Segara Anakan yang mulai dipenuhi dengan sampah. Dan tanpa janjian, ternyata kami masing-masing sudah menyiapkan plastik sebagai wadah sampah.
Jadilah di siang menjelang sore itu kami menutup acara senang-senang kami di Sempu dan Segara Anakan dengan memunguti sampah yang kami temui. Lumayan banyak sampah yang berhasil kami kumpulkan, adalah sekitar 5 kantong plastik besar. Sedih liatnya 🙁
Sepanjang perjalanan pulang pun, kami masih memunguti sampah yang kami temui. Yah, mungkin ini tidak seberapa dengan banyaknya sampah yang ada, tapi kami hanya ingin sedikit berbuat yang lebih baik. Dan perjalanan pulang menjadi semakin panjang waktunya, karena selain memungut sampah, kami juga tetap eksis, narsis, foto-foto 😀
Tiba di Pantai Sendang Biru, kami disambut pemandangan bocah-bocah kecil yang sedang bermain bola, ah…… menyenangkan…..
Note: makasih untuk Rika, mas Sigit, budhe Kim, plus teman-teman yang udah share foto selama di sana. Fotonya pinjem yaaaaa…..
keren banget pulau sempu buat santai santai nice info gan!
Hai Amalia,
Pulau Sempu memang keren banget!
Kalau ke sana jangan lupa tetap jaga kebersihan ya…. 🙂
Tempat wisata pantai pasir putih dengan banyak perahu nelayan dan tempat pelelangan ikan ,dekat dengan pulau sempu yang bisa di lihat dari bibir pantai sendang biru. Sudah tersedia banyak fasilitas penginapan dan toilet umum. Dan jasa penyewaan perahu untuk keliling di sekitar pulau sempu. Sangat nyaman dan bersih.
Betul. Tempatnya nyaman untuk bersantai