Perjalanan hari ke-2 (cerita perjalanan hari pertama ada di sini)
Pagi itu, kami terbangun atau lebih tepatnya dibangunkan oleh teriakan Seto, leader trip, yang khas “Ayo bangun, sunrise“.
Dan pagi itu, kami menikmati hembusan angin pagi dari geladak kapal, sambil menunggu antrian untuk naik ke perahu kecil yang akan membawa kami ke sebuah pulau kecil yang sangat terkenal, bahkan sampai ke luar negeri, Pulau Moyo.
Pulau Moyo merupakan pulau kecil yang berada di wilayah Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Pulau ini sangat tenang, masih alami dan sepi. Di Pulau Moyo ini terdapat sebuah air terjun yang melegenda, yaitu air terjun Mata Jitu.
Setelah kami menyeberang menggunakan perahu kecil, kami tiba di hamparan pasir yang sedikit kasar, Pulau Moyo! Ya, kami sudah sampai di pulau yang masih alami ini. Pohon-pohon besar, suara satwa dan segarnya udara di sana, langsung menyapa begitu kaki ini menjejak di atas butiran pasirnya.
Untuk mencapai lokasi air terjun, kami harus berjalan sekitar 30 menit. Melewati rimbunnya pepohonan besar, perdu yang rapat dan rumput liar yang memagari kanan kiri jalur tanah berpasir yang kami lewati. Perjalanan menembus rimbunnya hutan ini masih ditambah dengan berbagai suara satwa. Kicauan burung, monyet dan lain-lain. Menyenangkan!
Saya sempat menyeberangi aliran sungai kecil yang airnya berkurang karena musim kemarau yang sedang terjadi ini. Batu-batuan kali terlihat jelas dan menjadi titian untuk menyeberanginya. Airnya sangat jernih. Hanya sayang, di beberapa titik terlihat sampah-sampah yang tersangkut di sepanjang aliran sungai. Botol plastik bekas minuman, plastik pembungkus makanan ringan, sandal, dan lain-lain. Saya sedih, kenapa sepertinya kesadaran untuk menjaga kebersihan itu sangat kurang di kalangan masyarakat. Apakah mereka tidak peduli dengan keberlangsungan hidup lingkungannya?
Setelah berjalan kurang lebih 30 menit, akhirnya saya dan teman-teman sampai di titik pertama air terjun. Dan ternyata hari itu pengunjungnya ramai sekali. Di depan saya terlihat barisan wisatawan asing dengan bikini dan celana pendek menanti giliran menyeberang dan memanjat untuk mencapai lokasi air terjun Mata Jitu.
Pada saat saya tiba di sana memang cukup banyak wisatawan asing yang datang, dan mereka terlihat sangat antusias untuk memanjat tebing batu untuk mencapai lokasi air terjun Mata Jitu. Melihat ramainya pengunjung tersebut, akhirnya saya memutuskan untuk tidak ikut memanjat, tapi cukup naik sedikit menuju lokasi kolam batu di sisi kanan, yang juga ada air terjun kecilnya. Lumayan lah kalau bisa membasahi badan dengan air tawar, karena selama sailing saya hanya bertemu air asin di kamar mandi.
Melipir ke sebelah kanan, saya menaiki kolam batu dan akhirnya berhasil mencapai aliran air terjun kecil yang ada di sana. Yes, saya nunggu teman-teman di sini aja, lumayan.. sambil berbasah-basahan.
Puas berbasah-basahan di aliran air terjun kecil sekitar 30 menit, dan sempat foto-foto juga dengan teman-teman, akhirnya kami dipaksa untuk turun. Iya, dipaksa! Ada serombongan mbak-mbak yang mau lewat, waktu diberi jalan mereka bilangnya ga bisa lewat, eh… setelah kami minggir cukup jauh, ternyata mereka malah duduk di tempat kami tadi dan foto-foto. Weeewww……
Duh, si mbak…..
Akhirnya saya dan teman-teman memilih untuk foto bareng aja di kolam batu yang ada di situ. Seru!!!
37 orang empet-empetan demi masuk frame. Makasih untuk mas Har, Wali, Seto yang udah rela out of frame demi kami yang langsung pasang tampang sumringah setiap mendengar aba-aba “bun………. cis…., cang kacang pan……. jang……., satu-dua-ti……. ga…….”
Keluar dari lokasi air terjun, kami kembali ke kapal untuk meneruskan perjalanan. Tujuan selanjutnya adalah Pulau Satonda.
Sampai di kapal, tanpa ganti baju langsung disambung dengan….. makan siang…… ah, yummy…. Mari kita lanjutkan perjalan menuju Pulau Satonda, capt!
Sedikit cerita mengenai Pulau Satonda. Pulau ini terletak di wilayah Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Yang membuat pulau ini unik karena pulau ini berupa daratan vulkanis yang terbentuk akibat letusan gunung api di dasar laut sedalam 1.000 meter sejak jutaan tahun yang lalu. Selain itu terdapat sebuah danau air asin di tengah-tengahnya dengan tingkat kebasaan (alkalinitas) yang sangat tinggi dibandingkan air laut pada umumnya (berdasarkan penelitian 2 ilmuwan Eropa, Stephan Kempe dan Josef Kazmierczak pada tahun 1984, 1989 dan 1996).
Pulau Satonda telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut (TWAL) pada tahun 1999 oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan karena kaya akan potensi alam lautnya, serta terumbu karang di sekitar perairannya.
Kapal Halma Jaya yang membawa kami akhirnya tiba di depan Pulau Satonda, dan seperti biasa kami pun harus menyeberang menggunakan perahu kecil untuk mencapai bibir pantai.
Sebuah dermaga kayu kecil terlihat menjorok dari bibir pantai ke arah lautan. Dan di depan dermaga kayu, agak ke tengah pulau terdapat sebuah gerbang yang bertuliskan “Welcome to Satonda Island, Dompu”.
Matahari di siang hari itu sangat panas. Dan saya pun harus memicingkan mata demi menghalau sinarnya. Sebelum snorkling, saya ingin melihat dulu danau air asin yang ada di tengah pulau, kaki saya pun mulai menyusuri jalanan setapak terbuat dari beton. Di kanan kiri jalanan beton terlihat pepohonan yang sengaja diatur untuk membuat suasana sedikit teduh.
Berjalan kurang lebih selama 15 menit, akhirnya saya tiba pada sebuah tangga beton menuju ke bawah, Danau Satonda. Pohon-pohon yang ada di kanan kiri tangga beton terlihat meranggas akibat musim kemarau panjang ini. Terbayang seandainya saya tiba di Satonda pada saat musim penghujan, pasti pohon-pohon yang ada menghijau dan bisa mengurangi panasnya sinar matahari.
Di pinggir danau saya melihat sebuah pohon yang “berbuah batu”. Konon batu-batu itu sengaja digantungkan oleh wisatawan yang berkunjung kesana, karena dipercaya bahwa batu-batu yang digantung tersebut akan mewakili doa dan harapan orang-orang dan akan terkabul. Wallahualam.
Tidak berlama-lama di danau, saya segera balik menuju pantai karena di sini saya akan ber-snorkling ria, melihat keindahan air di perairan Satonda.
Walaupun panasnya matahari terasa menusuk kulit, tapi demi melihat ikan-ikan cantik, saya jalanin deh 😀
Dan memang, ternyata alam bawah laut Satonda sangat cantik. Ikan-ikan beraneka macam dan warna terlihat berseliweran di antara ganggang dan terumbu karang yang ada di sana. Karena saya sedikit freaky dengan laut, jadi saya tidak berenang terlalu ke tengah, cukup di pinggir pantainya aja. Itu pun mata saya sudah sangat puas melihat ikan-ikan cantik yang beraneka macam bentuknya, dan tentu bermacam-macam juga warnanya.
Sebagai tambahan, untuk teman-teman yang kurang jago berenangnya, sebaiknya tidak terlalu ke tengah di saat snorkling, karena tidak jauh dari bibir patai Satonda, kita akan langsung ketemu palung laut yang sangat dalam. So, hati-hati ya kalau snorkling, tetap waspada agar tidak terbawa arus ke tengah laut.
Puas bermain bersama ikan, akhirnya saya dan teman-teman kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan. Kali ini sailing kami akan sangat panjang dan akan melewati perairan Tambora yang menurut informasinya memiliki gelombang yang lumayan besar.
Doakan semoga perjalanan sailing kami malam ini aman ya…. see you tomorrow….
Note. karena bakal melewati perairan Tambora yang gelombangnya ajib, setelah makan malam (yang lebih cepat) saya memutuskan untuk langsung tidur 😀
Wow! Kayaknya keren banget. Tempat-tempat yang jarang dikunjungi are my favourite. Awesome.
Hi Adam, Susan 🙂
Must visit place nih. Kalau mau ke Pulau Moyo mungkin sebaiknya ga pas musim kemarau, jadi bisa berendam di kolam air terjunnya dengan air berlimpah. Kalau di musim kemarau, airnya sedikit.
Snorkling di sana bikin betah deh…. ikannya banyak dan macam-macam bentuk juga warna.
Makasih udah mampir di sini 🙂
Nanti masih ada cerita di Pulau Rinca untuk lihat Komodo, kemudian Pulau Padar, merasakan milky way dan sunrise + sunset 🙂