Puru Kambera, padang rumput luas yang berada tidak seberapa jauh dari kota Waingapu ini sungguh menyimpan daya tarik yang tidak biasa. Savana luas yang ditumbuhi oleh vegetasi khas Sumba, pepohonan berukuran sedang dan rumput ilalang yang seolah memiliki 2 warna, hijau lembut di saat musim penghujan, dan coklat eksotis mempesona di saat musim kemarau.
Cuaca siang itu sangat terik ketika kendaraan yang saya tumpangi memasuki kawasan savana Puru Kambera. Di kanan dan kiri jalan raya terlihat bukit-bukit kecil yang coklat mengering. Hembusan angin pun terasa kering. Hanya terlihat sedikit pepohonan berukuran sedang yang masih menyisakan warna hijau pada daunnya. Jalanan aspal mulus terlihat lengang, hanya sesekali kendaraan roda 2 dan 4 melintasinya, itu pun sangat jarang.
Sejauh mata memandang, hanya hamparan savana berwarna coklat yang luas. Jalanan aspal hitam yang mengular panjang terlihat berkilauan karena panas yang sangat menyengat. Terkadang terlihat bayangan air di ujung jalanan aspal hitam itu, fatamorgana. Nun jauh di ujung sana, samar-samar terlihat laut yang membiru. Ya, selain savana, Puru Kambera juga memiliki pantai yang sangat indah. Savana Puru Kambera ini letaknya tidak seberapa jauh dari kota Waingapu di Sumba Timur, hanya sekitar 43 km. Apabila menggunakan kendaraan beroda 4, tempat ini bisa ditempuh dalam waktu 1 jam 18 menit.
Menghabiskan beberapa saat di padang rumput yang meranggas kering terasa begitu berbeda. Saya berusaha mencari keteduhan dari pepohonan yang menyisakan dedaunan coklat mengering pada dahan-dahannya. Hamparan savana yang mengering bahkan terlihat mengepulkan debu-debu halus saat kaki ini menjejak tanahnya. Beberapa bagian savana terlihat seperti habis terbakar, menghitam dan menyisakan abu-abu halus.
Di perjalanan menuju savana, saya sempat melihat beberapa kawanan kuda-kuda liar Sumba yang terkenal. Kuda-kuda itu terlihat bergerombol, merumput. Biasanya kawanan kuda-kuda liar ini lebih gampang ditemui saat musim kemarau, karena akan lebih sering keluar dari hutan untuk mencari makan. Warna kuda-kuda itu pun bermacam-macam. Ada yang coklat gelap mengkilat, coklat mudah, dan putih bersih. Apabila ingin memotret kawanan kuda liar ini sebaiknya menggunakan kamera dengan lensa yang memiliki jangkauan panjang (tele). Usahakan untuk tidak membuat gerakan yang tiba-tiba dan mengejutkan karena mereka sangat peka, bergeraklah perlahan-lahan.
Apabila mengunjungi savana Puru Kambera di saat musim kemarau, maka kita bisa melihat kontrasnya padang rumput yang coklat mengering dengan birunya langit.
Saat meninggalkan lokasi savana Puru Kambera, bukan kawanan kuda liar yang saya temui, melainkan pohon bunga Tabebuya yang sedang berbunga lebat. Tanaman dengan bunganya yang mirip bunga Sakura di Jepang ini terlihat menghiasi halaman rumah dan beberapa bagian lahan di sisi jalanan beraspal hitam yang saya lalui. Sungguh pemandangan yang berbeda 180 derajat dengan kondisi di savana tadi. Walaupun kondisi di sekelilingnya terlihat mengering, namun pohon Tabebuya ini terlihat subur, berbunga banyak dan berdaun hijau.
Memotret bunga Tabebuya yang sedang mekar sungguh menyenangkan. Bunga berwarna putih dan merah muda dengan latar belakang langit yang membiru sungguh paduan warna yang serasi.
Pengalaman kali ini sungguh berbeda. Mengunjungi hamparan padang rumput yang coklat mengering, bertemu kawanan kuda liar dan akhirnya melihat dari dekat bunga Tabebuya yang terkenal itu, rasanya sungguh WOW!
ohhhhh baru tahu Pulau Kambera yang banyak kudanya. Klo ke Sumba pingin banget lihat kuda liar di padang savana dan ternyata di pulau ini. ok fine, masuk bucket list.
Puru Kambera, mbak. Bukan Pulau Kambera 😀
Di Sumba banyak banget kuda-kuda liar di pinggir jalan, terutama kalau melewati savana rumput luas, pasti ketemu.
Itu di dPulau Sumba kok, jadi ga perlu nyeberang2 lagi 🙂