Pemberhentian pertama saya saat tiba di Turki adalah Kota Bursa. Sebuah kota yang terletak di bagian barat Turki, yang dikelilingi oleh daerah Balikesir di sebelah barat, Bilecik dan Adapazari di bagian timur, Izmit, Yalova dan Istanbul di bagian utara, serta Eskisehir dan Kutahya di bagian selatan. Pada tahun 1326 – 1365 Bursa pernah menjadi ibukota pertama Kesultanan Utsmaniyah. Bursa juga merupakan salah satu kota industri terbesar d Turki dan kota pengekspor terbesar kedua setelah Istanbul.
Konon, pendiri kota Bursa adalah I. Prusias, yang dikenal sebagai Bitynia pada era Roma. Dulu, saat Raja Carthage mengalami kekalahan perang melawan Romawi, ia berlindung di daerah yang berada di bawah pengawasan Prusias. Kemudian ia membangun sebuah kota dan dinamai Prusias.
Di kota Bursa, saya mengunjungi The Grand Mosque of Bursa, yang dalam bahasa Turki dikenal dengan nama Bursa Ulu Camii. Mesjid yang beralamat di Nalbantoğlu, Ulucami Cd. No:2, 16010 Osmangazi/Bursa, Turkey itu merupakan mesjid bersejarah di Turki yang dibangun atas perintah Ottoman Sultan Yıldırım Bayezid I sebagai symbol kemenangan besarnya di pertempuran Nicopolis (Niğbolu) di tahun 1396. Mesjid Grand Mosque didesain oleh arsitek Ali Neccar dan dibangun antara tahun 1396 dan 1399.
Namun, tak lama setelah mesjid dibangun, Sultan Bayezid I kemudian mengalami kekalahan terburuk dari Timur (Tamerlane) pada pertempuran Ankara di tahun 1402. Tamerlane kemudian melakukan pembakaran mesjid, salah satunya adalah Mesjid Agung Bursa. Mesjid Agung Bursa telah mengalami beberapa kali perbaikan, perbaikan pertama dilakukan pada tahun 1493. Kemudian menyusul perbaikan akibat gempa bumi pada tahun 1855 yang menyebabkan runtuhnya atap mesjid. Setelah dilakukan perbaikan selama beberapa tahun, akhirnya perbaikan mesjid selesai pada tahun 1889.
Konstruksi Mesjid Ulu Camii berupa bangunan persegi panjang berukuran 55 m x 69 m, dengan luas interior 1.165,5 meter persegi. Mesjid ini memiliki 3 pintu masuk (utara, barat dan timur), serta 20 kubah. Kenapa ada 20 kubah? Dulu, saat menang dalam pertempuran Nikopolis, Sultan Bayezid I berjanji membangun 20 mesjid. Namun kemudian, dengan berbagai pertimbangan dan masukan dari Emir Sultan akhirnya dibangunlah sebuah mesjid yang memiliki 20 kubah. Masing-masing kubah memiliki diameter 11 meter.
Mesjid Ulu Camii mampu menampung sekitar 5.000 orang, di bagian tengahnya terdapat sebuah şadırvan (air mancur unik) yang berasal dari abad ke-19 dan memiliki 16 sudut. Air mancur ini membantu jamaah untuk berwudhu. Kubah di atas şadırvan saat ini terbuat dari kaca sehingga membantu penerangan di dalam mesjid. Ada cerita unik mengenai air mancur ini, konon dulu area air mancur ini merupakan rumah milik seorang perempuan tua. Perempuan tua itu bertahan dari pengusiran. Namun, setelah mendapat petunjuk dari mimpinya, perempuan tua itu kemudian menjual rumah dan tanah miliknya kepada Sultan. Para arsitek kemudian membangun air mancur tepat di lokasi rumah itu untuk menghormati perempuan tua tersebut.
Mesjid ini memiliki 2 menara, di mana menara barat terhubung langsung dengan mesjid dan berasal dari masa Sultan Bayezid I. sementara menara timur letaknya terpisah dari mesjid, menandakan dibangun dalam waktu yang berbeda. Dinding mesjid dihiasi dekorasi bergayat Ottoman Baroque dari abad ke-19, serta komposisi kaligrafi dari abad ke-18 dan 20. Mihrab dihiasi dengan kanopi berukiran muqarnas, berasal dari tahun 1572, kreasi seorang pengrajin bernama Mehmed dibantu oleh Zeyni Çelebi. Mimbar kayu yang terdapat di sebelah mihrab dibuat dengan gaya Anatolia Seljuk menggunakan teknik kuundekari (teknik yang menggunakan potongan kayu yang saling terkait yang disatukan tanpa menggunakan paku atau lem). Permukaan mimbar diukir dengan pola geometris dan pola bunga arab. Menurut prasasti, mimbar itu dibuat oleh seorang pengrajin bernama Hacı Mehmed dari Antep (Haji Muhammad bin Abdulaziz bin Ibnu’d-Devaki), putra Abdülaziz, pada tahun 1400.
Interior mesjid dihiasi dengan 192 kaligrafi, beberapa di antaranya ditulis oleh pembuat kaligrafi ternama seperti Abdulfettah Efendi, Mustafa Izzet Efendi, Sami Efendi, dan Shefik Efendi.
Saat tiba di sana, suasana di sekitar mesjid sangat ramai. Mesjid ini terbuka untuk umum, syarat untuk memasukinya harus berpakaian rapi, membuka alas kaki dan menggunakan penutup kepala bagi pengunjung wanita.
Interior mesjid didominasi dengan warna krem dan coklat, karpet merah menutupi seluruh permukaan lantainya. Partisi penuh dengan ukiran cantic terlihat di beberapa bagian, kaligrafi memenuhi pilar-pilar besarnya. Penerangan di dalam mesjid sangat baik, selain karena kubah kaca yang berada di atas air mancur juga beberapa jendela kaca kecil yang ada di 19 kubah lainnya.
Di tahun 2014, Bursa Ulu Camii ditetapkan menjadi situs warisan dunia oleh UNESCO. Karena waktu yang terbatas, saya tidak bisa berlama-lama di Ulu Camii. Saya harus melanjutkan perjalanan.