Sungai Cikaso pagi itu |
perjalanan menuju Curug Cikaso |
Curug Cikaso |
Ada 2 jalur yang bisa ditempuh untuk sampai di Curug Cikaso, pertama melalui pertigaan/pasar (Cinagen, Jampang Kulon) masuk ke arah Cikaso, kurang lebih 5 km. Yang kedua melalui pertigaan (Cibarehong, Surade) ke arah SMA N 1 Surade, kemudian berbelok ke kiri, kurang lebih 3 km, jalur ini sedikit memutar sehingga membutuhkan waktu sekitar 6 jam.
Walaupun pagi itu belum mandi (ups), tapi begitu kena cipratan air dari curug, mata langsung seger. Airnya dingin…………. (pake bingits) 😀
suasana seperti itu yang bikin betah |
Perjalanan dari Curug Cikaso menju Pantai Amanda Ratu tidak terlalu jauh.
Pantai Amanda Ratu ini dijuluki Tanah Lot-nya Jawa Barat. Hal ini disebabkan adanya sebuah daratan yang mirip Tanah Lot, yang ada di tengah laut. Pantai ini menghadap langsung ke Samudera Hindia dengan ombaknya yang indah.
Dan siang itu, saya tiba di Pantai Amanda Ratu ditemani awan kelabu yang membuat hari sedikit adem. Cahaya matahari tampak tidak terlalu panas sinarnya, sehingga saya bisa dengan nyaman berjalan-jalan mencari spot foto yang cantik.
Air muara sungai siang itu berwarna coklat keruh akibat hujan semalam, namun makin ke tengah samudera, warnanya semakin jernih.
Memang terasa nyaman, duduk di tebing pantai, sambil merasakan angin yang bertiup semilir, sambil menikmati deburan ombak yang memukul bibir pantai.
Pantai Amanda Ratu |
Tanah Lot-nya Jawa Barat nih |
Di pantai ini ada penginapan yang diberi nama persis sama dengan nama pantainya, Amanda Ratu. Penginapan kayu di tengah kebun kelapa ini terasa sangat asri dan sejuk. Bangunan yang didominasi kayu berwarna coklat, dengan beberapa jendela kaca besar dan sebuah teras berpagar kayu unik di atasnya itu sungguh terasa nyaman untuk ditinggali. Hanya sayang, waktu itu saya dan teman-teman tidak menginap di sana. Maybe next time….
Hijaunya rumput di seluruh halaman pantai (sebenarnya) menarik saya untuk guling-guling di situ. Tapi…… kira-kira kalau saya melakukan itu, teman-teman yang lain heran ga ya? 😀
senang ya liat keadaan di sekitar penginapannya |
ini Firaz, peserta trip terkecil waktu itu, dan tetangga kamar yang menggemaskan |
Kami tidak berlama-lama di Pantai Amanda Ratu, karena hari itu kami harus segera sampai di Pantai Pangumbahan untuk mengikuti acara pelepasan tukik. Tau tukik ga? Tukik itu adalah anak penyu. Jadi nanti di Pantai Pangumbahan, saya dan teman-teman akan melakukan pelepasan bayi-bayi penyu itu ke laut.
Hayuk kita teruskan perjalanan…….
Ga nunggu dipersilakan berkali-kali, langsung seluruh pasukan menyerbu meja makan dan mulai mengisi piringnya masing-masing dengan menu yang disediakan siang itu: nasi putih hangat, sayur asem, ayam dan tempe goreng, serta lalapan dan sambel. Hmm…. yummy…..
Udah selesai makan, kenyang dong pastinya…
Baru deh kami dibagiin kamar untuk nginepnya.
Karena saya perginya sendiri, di sini saya kebagian berbagi kamar dengan Mira, dan tetanggan kamar dengan bocah kecil menggemaskan yang fotonya ada di atas tadi, Firaz. Bocah laki-laki yang berumur belum 3 tahun ini nantinya akan jadi tamu setia di teras depan kamar saya. Dan akan menghibur dengan celotehannya serta aksi manjat-manjat dan lompat-lompatnya. Saya dan Mira pun langsung menuju kamar kami yang letaknya paling ujung. Sampai di kamar, berbagi tempat tidur (kami mendapatkan twin bed room, jadi jatah bobonya luas), dan bersih-bersih (akhirnya ngerasain mandi juga hari ini :D).
Sekitar jam 1/2 5 sore, kami berkumpul dan segera menuju Pantai Pangumbahan utnuk melakukan pelepasan tukik. Dari penginapan, kami harus menggunakan elf untuk sampai di lokasi pantai karena letaknya yang cukup jauh. Sampai di sana pun, elf yang saya tumpangi tidak bisa sampai ke pantai karena jalanan menuju penangkaran penyu cukup sempit untuk dilalui elf. Jalanan tanah berbatu itu hanya cukup dilewati kendaraan roda 4 berbodi kecil. Jadi, setelah elf-nya parkir, saya dan teman-teman harus berjalan kaki sekitar 400 meter untuk sampai di komplek konservasi penyu Pangumbahan.
Dan harus cukup puas dengan melihat saja.
Pengunjung yang akan melepaskan tukik harus berdiri di belakang sebuah garis yang dibuat oleh petugas konservasi. Garis itu adalah garis batas ombak laut yang sampai ke daratan, sehingga nantinya apabila tukik-tukik itu dilepaskan, mereka akan langsung dapat berenang mengikuti ombak laut.
ayo tukik…. kamu bisa!!! |
ombak yang mencapai pantai ini membantu tukik-tukik untuk segera sampai di laut |
Senja itu, puluhan tukik berlomba-lomba berenang ke laut, kembali ke habitat aslinya. Berjuang melewati hamparan pasir untuk mencapai laut lepas. Selesai melepas tukik, langit pun semakin gelap, saya dan teman-teman segera kembali ke parkiran elf.
Malam itu, acaranya bebas. Setelah makan malam, sbagian teman-teman memanfaatkan waktu untuk berenang di kolam yang ada di depan penginapan. Sementara saya dan Mira, kami hanya duduk-duduk sambil ngobrol di sebuah gazeebo yang ada di halaman penginapan. Sedang asyik-asyiknya ngobrol, tiba-tiba……. breeeessss…. hujan turun dengan derasnya. Saya dan Mira langsung ngacir ke arah kamar…. hehehehehehe…. Mungkin memang sebaiknya malam ini saya beristirahat aja, cuaca cukup mendukung untuk bersembunyi di balik selimut malam itu ^.*
Bye semuanya….. kita ketemu lagi besok pagi ya…..
Besok, kita akan jalan-jalan ke curug lagi lho…..
Selamat pagi……… #sambilnguletdikasur
Cuaca tadi malam yang adem karena hujan, sukses membuat saya nyenyak (sampai ga sempat mimpi, hihihihihi…) di balik selimut. Dan pagi ini, saya bangun dengan segar. Setelah sarapan, kami segera bersiap-siap menuju Curug Cigangsa.
Elf yang saya tumpangi kembali melintasi aspal hitam menuju Desa Batu Suhunan. Untung saja, jalanan menuju Desa Batu Suhunan bisa dibilang cukup bagus, dengan aspal yang mulus. Hanya saja beberapa saat mendekati Desa Batu Suhunan, jalanan aspal mulus berganti dengan jalanan aspal kasar yang di beberapa tempat terdapat lobang yang cukup mengganggu. Sekitar jam 10, kami tiba di Desa Batu Suhunan. Elf berhenti di depan sebuah rumah warga yang biasa menjadi meeting point untuk pengunjung yang akan melihat Curug Cigangsa.
pagi itu di Desa Batu Suhunan |
Curug Cigangsa sebenarnya bernama Curug Luhur Cigangsa, berada di Desa Batu Suhunan, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Untuk sampai ke lokasi Curug Luhur Cigangsa, kita harus berjalan kaki melintasi pematang sawah, dan kemudian menuruni tangga batu alami yang lumayan terjal. Jarak dari tempat kami parkir elf menuju curug sekitar 500 meter.
Jalan di pematang sawah, sebenarnya ga terlalu masalah. Yang jadi masalah adalah saat menuruni tangga batu alami yang lumayan terjal, apalagi ditambah dengan sisa hujan tadi malam. Membuat tangga batu itu cukup licin, sehingga harus sangat extra hati-hati waktu menuruni dan naiknya. Tapi…. setelah sampai di lokasi curug, semua kesulitan untuk menuruni tangga batu itu terbayarkan.
Curug Luhur Cigangsa |
Di depan mata saya berdiri tebing batu bertingkat 3 dengan limpahan air yang menuruninya. Tebing batu itu berwarna hitam kehijauan karena lumut yang tumbuh di permukaannya. Dan karena malam sebelumnya hujan, air di kolam yang ada di bawah curug pun berwarna kecoklatan. Di sekitar kolam tersebut banyak batu-batu besar yang dapat kita jadikan pijakan untuk mendekati curug. Tapi… batu-batu itu pun penuh lumut, jadi harus sangat hati-hati melangkah di atasnya.
Saya tidak berani menyeberangi batu-batu besar berlumut yang ada di sekitar curug untuk mencari spot foto yang mungkin sangat bagus, karena takut terpeleset dan gedebug jatoh di situ 😀
Dan saya akhirnya cukup puas dengan memotret Curug Luhur Cigangsa dari batu besar yang letaknya paling dekat dengan tangga 😀
Akses menuju lokasi Curug Luhur Cigangsa belum ada penunjuk arahnya. Jadi, setelah melalui pertigaan tugu Kota Surade, sebaiknya kita bertanya dengan masyarakat di situ, agar tidak salah arah. Curug ini berjarak sekitar 110 km ke arah selatan dari Kota Sukabumi, dan sekitar 1 km dari pusat Kota Surade.
Setelah puas melihat dan mengambil beberapa shot foto Curug Luhur Cigangsa, saya dan teman-teman kemudian kembali menaiki tangga, melintasi pematang sawah, kembali ke parkiran elf.
Selesai sudah perjalanan saya kali ini untuk menebus rasa penasaran akan Ujung Genteng. Makin banyak saya melihat sudut-sudut daerah di Indonesia ini, saya semakin pengen teriak “Damn!!! I love Indonesia so much!!!”.
di pagi menjelang siang yang mendung itu, suasana di Desa Batu Suhunan sangat tenang |