Search

Kota Tua Jakarta, Menyusuri Sisa-Sisa Kejayaan Batavia (part #1)

100_2165

 

Mendengar kata Kota Tua Jakarta yang langsung terbayang adalah deretan gedung-gedung tua berarsitektur Eropa, dengan konstruksi tinggi, jendela-jendela besar, halaman yang luas dan berbagai keunikan lainnya. Dan menyusuri Kota Tua Jakarta, adalah kegiatan yang sangat mengasyikkan sekaligus akan menambah pengetahuan mengenai sejarah yang ditinggalkannya.

Kota Tua Jakarta adalah sebuah kawasan konservasi cagar budaya di daerah Jakarta terletak di antara wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Zona utamanya (zona yang berada di dalam “benteng” Oud Batavia) meliputi Taman Fatahillah, Pelabuhan Sunda Kelapa dan area Kali Besar (luasnya sekitar 75 Ha). Sementara area pendukungnya meliputi Kampung Bandan, Stasiun Kota, MuseumBahari, Pasar Ikan, Galangan/Benteng dan Roa Malaka (sekitar 59 Ha). Sedangkan area di luar “benteng” Oud Batavia meliputi Kampung Luar Batang (19 Ha), Pekojan (49 ha), serta China Town (132 Ha) yang mencakup area Pintu Kecil, Pasar Pagi, Pintu Besar Selatan, Pinangsia, Glodok dan Tambora.

zones_kota_tua-570x1098
sumber: http://www.jeforah.org/zones

Pusat Kota Tua Jakarta adalah sebuah bangunan besar berwarna putih yang terletak di tengah-tengah Taman Fatahillah. Bangunan “Gouverneurs Kantoor” yang sekarang difungsikan sebagai Museum Fatahillah merupakan sebuah bangunan bersejarah yang dulu menjadi kantor balaikota, pusat pemerintahan Hindia Belanda. Dan di sekitar bangunan ini, banyak bangunan-bangunan tua bersejarah yang tetap dijaga keberadaannya dan menjadi situs cagar budaya.

100_2185
Gouverneurs Kantoor

Di halaman Museum Fatahillah atau yang dikenal dengan nama Taman Fatahillah ini terdapat sebuah bangunan kecil yang dulu merupakan air mancur yang sumber airnya berasal dari Pancoran Glodok. Dan apabila diperhatikan dari atas, halaman Taman Fatahillah memiliki motif-motif ubin yang berbeda. Ketidakseragaman motif tersebut dikarenakan dahulu ada saluran air yang mengalirkan air ke pusat taman. Dan dahulu, air mancur itu menjadi sumber air bersih bagi masyarakat di sekitar Oud Batavia[http://ayokejakarta.blogspot.co.id/2012/06/kota-tua.html].

100_2176

 

100_4460
sisa-sisa gedung Dasaad Musin Concern

 

100_2184
Museum Wayang

Di depan Museum Fatahillah, berdiri bangunan Café Batavia yang bersanding dengan bangunan Kantor Pos Kota. Di antara bangunan itu terdapat gedung Dasaad Musin Concern, gedung yang dulu menjadi pusat kelompok dagang Dasaad Musin. Di sebelah kiri gedung balaikota berdiri Museum Wayang, gedung tua bekas rumah ibadah di jaman pemerintahan Hindia Belanda. Sedangkan di sebelah kanan balaikota berdiri gedung Museum Seni Rupa & Keramik, yang merupakan gedung bekas lembaga peradilan jaman pemerintahan Hindia Belanda.

100_2171
Museum Seni Rupa & Keramik

Di sekeliling pusat Kota Tua Jakarta masih banyak berdiri bangunan-bangunan tua yang penuh dengan sejarah. Gedung Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Beverly Hills Hotel & Spa, Gedung Eks Chartered Bank of India, Australia, & China, dan lain-lain.

Di Taman Fatahillah, di dekat Gedung Kantor Pos Kota, terdapat sebuah meriam besar yang diletakkan di atas pondasi beton berwarna merah dan dikelilingi oleh pagar besi. Itu adalah meriam si Jagur. Meriam legendaris yang kental akan mitos.

Banyak legenda yang menceritakan asal muasal Meriam Si Jagur. Meriam dengan penampakan fisiknya yang unik, dengan simbol kesuburan yang terletak di bagian belakang tubuhnya, yang untuk sebagian besar masyarakat dianggap sebagai simbol pornografi. Rumor yang beredar menyebutkan bahwa Meriam Si Jagur adalah “dokter” yang memiliki kekuatan untuk memberikan keturunan bagi si mandul!

IMG_0292
meriam Si Jagur

Beberapa legenda yang terkenal bercerita, Si Jagur merupakan salah satu meriam yang diberikan oleh pihak Kompeni kepada Raja Pajajaran sebagai pertukaran untuk menyembuhkan penyakit aneh yang diderita oleh putri sang raja. Meriam yang diberikan adalah Ki Amuk, Nyai Setomi dan Si Jagur.

Legenda kedua berawal dari mimpi buruk sang Raja Pajajaran. Suatu ketika Sang Raja bermimpi mendengar suara gemuruh yang dahsyat, yang berasal dari sebuah senjata yang tidak dikenalnya. Raja pun bertitah kepada Patih Kiai Setomo untuk mencari senjata yang sangat dahsyat itu. Apabila Sang Patih gagal dalam pencarian senjata itu, maka Sang Patih akan dihukum mati. Singkat cerita, dalam usahanya mencari senjata tersebut, Patih Kiai Setomo dan istrinya Nyai Setomi kemudian bersemedi dalam waktu yang cukup lama. Karena Patih Kiai Setomo tak kunjung datang untuk melaporkan hasil pencariannya terhadap senjata yang dahsyat tersebut, Raja Pajajaran kemudian menyuruh prajuritnya untuk mencari Kiai Setomo dan menggeledah tempat kediamannya. Namun yang mereka temukan di kediaman Kiai Setomo hanyalah 2 buah pipa besar yang aneh dan tidak dikenal. Ternyata ke-2 pipa tersebut adalah penjelmaan dari Kiai Setomo dan Nyai Setomi. Cerita mengenai senjata meriam hasil perubahan wujud Kiai Setomo dan Nyai Setomi terdengar ke mana-mana, hingga ke telinga Sultan Agung di Mataram. Sultan Agung kemudian memerintahkan agar ke-2 meriam tersebut dibawa ke Mataram. Namun meriam Kiai Setomo menolak dan melarikan diri ke Batavia. Masyarakat Batavia saat itu gempar dan menganggap bahwa meriam Kiai Setomo adalah sebuah benda yang suci. Mereka kemudian memayunginya untuk melindungi dari panas dan hujan. Meriam itu pun diberi nama Si Jagur atau Sang Perkasa.

Sedangkan menurut sejarah, Meriam Si Jagur dibuat di pabrik senjata Portugis “St. Jago de Barra” yang terletak di Makau, Cina. Meriam itu terbuat dari perunggu cengan berat 3.5 ton atau 24 pound. Meriam itu kemudian ditempatkan di Benteng Batavia (Kasteel Batavia) untuk menjaga pelabuhan dan kota Batavia dari serangan musuh. Pada tahun 1809, Deandels menghancurkan Kota Batavia dan Meriam Si Jagur dipindahkan ke Museum Oud Batavia (sekarang Museum Wayang). Kemudian, Meriam Si Jagur dipindahkan kembali di bagian utara Taman Fatahillah (di antara bangunan Kantor Pos dan Café Batavia) dengan moncong mengarah ke Pasar Ikan, lurus ke arah Jalan Cengkeh, membelakangi Balai Kota (Stadhuis).

IMG_0294
“Si Jagur” the Canon

2 Replies to “Kota Tua Jakarta, Menyusuri Sisa-Sisa Kejayaan Batavia (part #1)”

  1. DEVI SUSANTI says: September 24, 2018 at 10:02 am

    Terimakash sharingnya min,,,
    artikel yang bagus

    1. Evy Priliana Susanti says: September 24, 2018 at 10:16 am

      Hai Devi,
      Terima kasih sudah blog walking di sini 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published.

You may use these <abbr title="HyperText Markup Language">html</abbr> tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.