Apa yang terlintas di pikiran kita saat sebuah kata “Gambus” diucapkan? Mungkin yang terbayang adalah sebuah pertunjukan bernuansa padang pasir dengan penari-penari berpakaian warna-warni. Tapi yang saya temui saat kunjungan ke Weda, Kabupaten Halmahera Tengah sangatlah berbeda. Hari sudah beranjak lewat dari jam 9 malam saat saya tiba di rumah Ko Abo, satu-satunya pemusik Gambus yang ada di Weda. Dan saat menemui kami pun, Ko Abo sepertinya baru terbangun dari istirahatnya. Maafkan kami Ko Abo, bertamu hampir menjelang tengah malam begini, soalnya besok kami sudah harus meninggalkan Weda.
Ko Abo (Ko adalah panggilan kepada laki-laki yang lebih tua, seperti panggilan abang, mas, akang) merupakan pemain alat musik Gambus satu-satunya di Weda. Dan malam itu, saya pun akhirnya bisa mendengar dan melihat secara langsung bagaimana proses penyetel senar dan memainkan alat musik yang menurut saya unik ini. Saat saya, bu Tantry, mas Eko dan om Anda tiba, Ko Abo mengeluarkan alat musik kesayangannya itu. Sebuah alat musik yang bentuknya menyerupai gitar, tapi bentuknya lebih berisi. Bagian body-nya seperti buah Labu yang dibelah 2, dengan sebilah tangkai yang dilengkapi dengan 12 senar. Apabila gitar memiliki lubang besar di bagian tengah body utamanya, pada Gambus, terdapat 3 lubang yang 1 di antaranya memiliki ukuran lebih besar dari 2 lainnya, namun lubang tersebut dihiasi dengan ukiran-ukiran seperti membran, sehingga lubang yang ada tersamarkan. Sekilas saya seperti melihat sebuah muka berkumis yang sedang tersenyum tergambar di alat musik Gambus yang dipegang Ko Abo.
Ko Abo, juga dikenal dengan julukan Apollo. Ketika saya tanyakan kenapa bisa dipanggil “Apollo”, Ko Abo hanya mengedikkan bahu dan bertutur “Orang-orang yang memanggil demikian”. Nama asli Ko Abo sendiri adalah Abdul Aziz Sarahan. Merupakan anak bungsu dari 7 bersaudara keluarga besar Sarahan. Keluarga besar Sarahan aslinya berasal dari Maba, sebuah desa di Kabupaten Halmahera Timur, propinsi Maluku Utara. Yang kemudian pindah dan berkembang besar di Weda, Halmahera Tengah. Ko Abo memang terlahir dari keluarga besar pemusik Gambus. Dari 7 bersaudara, salah satunya adalah perempuan, semua bisa memainkan alat musik tradisional ini. Walaupun sebenarnya yang lazim memainkan alat musik ini adalah kaum laki-laki. Ko Abo belajar memainkan alat musik Gambus ini secara otodidak, dengan memperhatikan ayah dan keluarga besarnya memainkannya. Semenjak duduk di bangku sekolah dasar, Ko Abo telah mahir memainkan alat musik ini. Ko Abo bercerita, Gambus yang pertama kali beliau mainkan merupakan buatan tangan dari ayahnya, yang dibuat dari kayu pohon Nangka.
Sambil memainkan Gambus, Ko Abo bercerita, bahwa alat musik yang beliau mainkan itu pernah membawa dirinya menginjakkan kaki di Vietnam pada tahun 2013, dalam rangka mengikuti International Choirs Computation di kota Hoi An. Terdengar nada kebanggaan di suara Ko Abo saat bercerita mengenai lomba yang pernah beliau ikuti tersebut. Dan saya pun kagum.
Namun saat ini, belum ada regenerasi di sisi pemain Gambus. Ditakutkan, musik tradisional ini akan hilang tergerus jaman karena (sepertinya) kurangnya minat generasi muda untuk mempelajarinya. Seniman seperti Ko Abo menginginkan musik tradisional ini terus ada dan tetap ada (saya sendiri memiliki keinginan yang sama).
ini kren banget
harus selalu di lestarikann
hee
iya, sekarang dinas pariwisata di Halmahera Tengah sedang giat-giatnya untuk melestarikan budaya dan tradisi lokal.