Desa Jaya (biasa disebut Jay – dibaca Jayi) yang terletak di kecamatan Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan, provinsi Maluku Utara merupakan desa penghasil roti sagu. Siang itu, saat saya mengunjungi Desa Jay, suasana terasa tenang. Kami tiba di rumah Ci Anti, yang sehari-harinya membuat roti sagu sebanyak kurang lebih 300 lembar. Roti berukuran sekitar 15 – 25 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm ini dibuat dengan cara yang masih sangat sederhana. Roti ini nantinya akan dijual seharga Rp 10.000 untuk 6-7 lembarnya.
Saya berkesempatan melihat langsung proses pembuatan roti sagu. Roti sagu yang dibuat CI Anti berbahan dasar tepung tapioka (singkong/ubi kayu). Singkong atau Ubi Kayu yang telah dikupas dan dicuci bersih harus diparut terlebih dahulu dengan menggunakan sebuah mesin parut sederhana. Kemudian hasil parutan tersebut diperas untuk mengeluarkan sisa-sisa air yang masih terkandung di dalamnya. Hasilnya adalah tepung tapioka yang bertekstur halus dan sedikit lembap, namun tidak menggumpal.

Tepung yang telah melalui proses pemerasan kemudian akan dimasukkan ke dalam cetakan roti sederhana. Namun sebelumnya, cetakan tersebut telah dibakar di atas bara hingga panas. Sebelum tepung tapioka dimasukkan ke dalam cetakan, cetakan harus dibersihkan dengan menggunakan kain kecil yang berfungsi sebagai lap untuk membuang arang/debu pembakaran.

Setelah cetakan dibersihkan, kemudian tepung tapioka dimasukkan dengan menggunakan bantuan sebuah bambu yang bagian tengahnya telah dilubangi. Bambu ini berfungsi agar tepung yang dimasukkan ke dalam cetakan tidak tumpah karena lubang cetakan yang cukup kecil, kurang lebih hanya berukuran 1 cm. Tepung dituangkan ke atas bambu dengan menggunakan tangan, kemudian diratakan hingga memenuhi cetakan. Hal ini dilakukan untuk 10 lubang cetakan yang ada di dalam 1 cetakan besar. Setelah seluruh lubang cetakan dipenuhi dengan tepung, cetakan didiamkan sekitar 5-10 menit. Dan roti sagu sudah bisa dikeluarkan dari cetakan. Panas dari cetakan yang telah dibakar di dalam bara akan membuat tepung tapioka matang.
Untuk roti sagu yang dihasilkan, rasanya masih original karena tidak diberi perasa atau aroma tambahan. Saat masih panas, roti sagu akan bertekstur lembut. Namun apabila telah dingin, maka teksturnya akan mengeras. Roti sagu biasanya dinikmati dengan segelas teh panas.
Semoga cara pembuatan roti sagu secara tradisional ini tetap terjaga dan tidak hilang tergerus waktu.
teirma kasih sudah di bagi min
saya pngen banget makan sagu
tapi di desa say agak beda car pembuatannya
sama-sama 🙂
kalau boleh tau, desanya di mana?
yang di artikel itu pengolahan sagu dari tepung tapioka secara tradisional di Desa Jaya, Tidore