Baluran! Nama Taman Nasional yang terletak di Jl. Raya Situbondo – Banyuwangi, Wonorejo, Banyuputih, sudah 2 tahun ini selalu terbayang-bayang di kepala saya. Hampir setiap tahun saya selalu berencana ke sana, tapi selalu gagal berangkat. Dan akhirnya, alhamdulillah tahun ini mimpi itu terlaksana.
Untuk menuju Banyuwangi, ada beberapa moda angkutan yang bisa ditempuh. Bisa menggunakan pesawat, kereta api ataupun bus. Apabila ingin menggunakan kereta api, ada 2 pilihan, yaitu ekonomi dan eksekutif.
Berikut adalah informasi mengenai moda angkutan menggunakan kereta api yang bisa dipertimbangkan:
Kereta Api Ekonomi
- KA Gaya Baru Malam Selatan, Stasiun Jakarta Kota – Stasiun Gubeng (Surabaya), 10.30 – 01.25 wib, Rp 104.000;
- KA Kertajaya, Stasiun Pasar Senen – Stasiun Pasar Turi, 14.00 – 01.30 wib, Rp 165.000.
Setelah tiba di Surabaya, perjalanan dilanjutkan menggunakan kereta api lagi menuju Banyuwangi. Adapun jadual untuk kereta menuju Banyuwangi adalah sebagai berikut:
- KA Probowangi, Stasiun Surabaya Kota/Semut – Stasiun Surabaya Gubeng – Banyuwangi, 04.15 – 04.25 – 11.41 wib, Rp 56.000;
- KA Mutiara Timur Pagi, Staiun Surabaya Gubeng – Banyuwangi, 09.00 – 15.20 wib, Rp 120.000 – Rp 200.000;
- KA Sritanjung, Stasiun Surabaya Gubeng – Banyuwangi, 14.30 – 20.07 wib, Rp 94.000.
Kereta Api Bisnis Eksekutif
- KA Gumarang, Stasiun Pasar Senen – Stasiun Pasar Turi, 15.45 – 03.20 wib, Rp 230.000 – Rp 465.000;
- KA Bima, Stasiun Gambir – Stasiun Gubeng, 16.45 – 05.49 wib, Rp 380.000 – Rp 530.000;
- KA Bangunkarta, Stasiun Gambir – Stasiun Gubeng, 15.00 – 03.48 wib, Rp 335.000 – Rp 490.000;
- KA Argo Bromo Anggrek Pagi, Stasiun Gambir – Stasiun Pasar Turi, 09.30 – 18.30 wib, Rp 345.000 – Rp 510.000;
- KA Argo Bromo Anggrek Malam, Stasiun Gambir – Stasiun Pasar Turi, 21.30 – 06.30 wib, Rp 345.000 – Rp 510.000;
- KA Sembrani, Stasiun Gambir – Stasiun Pasar Turi, 19.35 – 05.15 wib, Rp 325.000 – Rp 490.000.
Saya memilih menggunakan pesawat saat berangkat ke Banyuwangi. Rutenya adalah Jakarta (CGK) – Surabaya (SUB) – Banyuwangi (BWX). Perjalanan dari Jakarta dimulai pada pukul 05.30 wib, mendarat di Surabaya pukul 07.05 wib, dan transit selama kurang lebih 4 jam 40 menit. Pukul 11.45 wib perjalanan dilanjutkan menuju Bandara Blimbingsari menggunakan pesawat ATR dan tiba di Banyuwangi pada pukul 12.45 wib. Saat itu saya mendapatkan tiket dengan harga Rp 1.791.000 pulang pergi.
Sesampainya di Banyuwangi, tujuan utama saya adalah Taman Nasional Baluran. Namun karena lapar, sebelumnya saya memutuskan untuk mencoba kuliner yang menurut Papi (guide saya selama di Banyuwangi), cukup terkenal di seantero Banyuwangi 😀
Dan akhirnya, mobil yang saya tumpangi memasuki halaman Waroeng Bik Ati. Seporsi nasi rawon, yang menjadi andalannya pun terhidang di atas meja saya. Rasa gurih dari kuah rawon, made my day banget siang itu. Ditambah 2 iris gepuk, hmm……
Perjalanan dilanjutkan. Roda mobil mulai menggilas hitamnya aspal jalanan di Banyuwangi, menuju sisi Utara, menuju Taman Nasional Baluran.
Akhirnya saya tiba di Taman Nasional Baluran. Setelah lapor di pos jaga dan membeli tiket masuk sebesar Rp 10.000, mobil yang saya tumpangi mulai memasuki kawasan taman nasional di ujung Pulau Jawa yang kental dengan nuansa Afrika ini.
Luas Taman Nasional Baluran kurang lebih 25 ribu hektar dengan berbagai jenis hutan, satwa dan tumbuhan. Setelah memasuki gerbang hingga 5 km ke depan, pengunjung akan disuguhi hutan musim yang lebat. Hutan ini akan terlihat hijau saat musim penghujan, dan berubah menjadi kering, kecoklatan dan rawan kebakaran pada musim kemarau. Kemudian, 3 km ke depan, yang terlihat adalah hutan yang senantiasa hijau, yang terkenal dengan sebutan evergreen. Hutan ini terletak di bagian cekungan, di mana terdapat sungai bawah tanah, yang membuat seluruh pepohonan di sini tidak pernah kekurangan air, dan senantiasa hijau sepanjang tahun.
Ratusan pohon-pohon besar di kanan kiri jalan menemani penelusuran saya di Taman Nasional Baluran ini. Cuaca di tengah hari menjelang sore ini cerah, langit biru terlihat dihiasi beberapa jumput awan putih. Jalanan tanah berbatu terlihat berliku-liku begitu mobil yang saya naiki masuk semakin dalam di kawasan taman nasional ini. Pohon-pohon terlihat tinggi menjulang dengan daunnya yang hijau, beberapa meranggas tanpa sehelai daun pun.
Taman Nasional Baluran terkenal dengan hewan-hewan liar yang hidup bebas di sana. Saat saya tiba di Savana Bekol, yang merupakan salah satu highlight dari taman nasional ini, saya hanya berhasil melihat segerombolan Banteng dan hewan-hewan lainnya dari kejauhan. Berbagai suara hewan liar terdengar sahut-menyahut.
Saya menyempatkan diri untuk naik ke menara pengamatan. Dari atas menara besi yang sebagian anak tangga dan lantai kayunya sudah mulai lapuk tergerus waktu, saya melihat indahnya Baluran dari ketinggian. Sejauh mata memandang, hanya gundukan hijau dan coklat yang terlihat.
Turun dari menara, saya sempat bertemu dengan seekor Burung Merah Hijau yang keluar dari balik perdu. Hanya sayang, Merak merupakan binatang yang sangat sensitif dan sulit didekati, dan saya hanya berhasil memotretnya dari samping dan belakang.
Perjalanan di Baluran berakhir di Pantai Bama. Pantai berpasir halus yang senja itu terlihat sepi, hanya terlihat 2-3 mobil pengunjung di parkiran. Karena hari sudah menjelang gelap, saya tidak berlama-lama di pantai. Perjalanan harus dilanjutkan. Tengah malam nanti saya akan mencoba untuk melihat blue fire di Kawah Ijen. Semoga cuaca bersahabat.