Setelah mengejar sunrise di Pananjakan, trus liat-liat kawah Bromo, main-main di Bukit Teletubbies, saya dan teman-teman kemudian kembali ke homestay. Sampai di homestay, lagi-lagi rebutan mandi, packing dan siap-siap melanjutkan perjalanan. Kali ini perjalanannya agak jauh. Dari Cemorolawang, kami harus berkendara sekitar 20 km menuju lokasi air terjun Madakaripura yang terletak di Desa Menyapih, Kecamatan Lombang. Air terjun Madakaripura ini dianggap suci oleh masyarakat sekitar, dan berkaitan erat dengan keberadaan Maha Patih Gajahmada di jaman dahulu. Menurut legenda yang beredar di masyarakat setempat, air terjun ini merupakan petilasan atau peristirahatan terakhir dari Sang Maha Patih.
Saya cerita sedikit mengenai air terjun Madakaripura ini. Madakaripura berasal dari kata “Mada”, “Kari”, dan “Pura” yang mempunyai arti sebagai “Tempat tinggal terakhir”. Masyarakat di sekitar air terjun percaya bahwa di sinilah Maha Patih Gajahmada melewati masa akhir hidupnya, atau disebut juga Moksa (meninggalkan dunia bersama raganya).
Perjalanan dari Cemorolawang menuju air terjun Madakaripura memakan waktu sekitar 45-60 menit. Memasuki area air terjun, kita akan disambut oleh patung Sang Maha Patih Gajahmada yang berdiri kokoh. Air terjun Madakaripura sendiri merupakan sederetan air terjun dengan air terjun sentral yang memiliki ketinggian mencapai 200 meter dari dasar jeram. Jalan setapak menuju air terjun terdiri dari berbagai jenis, ada yang berupa jalanan tanah, reruntuhan beton, dan batu-batu licin yang harus hati-hati banget saat melewatinya. Beberapa kali juga kita harus melintasi sungai kecil dengan airnya yang lumayan deras. Ada 6 sungai kecil yang harus dilewati untuk sampai ke air terjun utama. Untuk amannya sih, sebaiknya menggunakan jasa guide lokal yang banyak di lokasi itu. Mereka menawarkan jasa untuk mengantarkan pengunjung ke air terjun dengan biaya yang ga terlalu mahal, tergantung kesepakatan.
Begitu bis mini yang membawa saya dan teman-teman sampai di areal parkir loaksi air terjun, kami segera turun. Ini adalah kunjungan ke-2 saya ke air terjun ini. Dan karena badan sedikit ga nyaman, saya memutuskan untuk stay di bis, sekalian juga menjaga Nanda yang kebetulan sedang sakit. Akhirnya saya, Nanda, dan mbak Een tidak mengikuti langkah teman-teman yang segera berganti pakaian untuk memasuki “wet area” air terjun Madakaripura.
Setelah Windy dan teman-teman yang lain berjalan menuju air terjun, saya, Nanda dan mbak Een juga berjalan mengikuti mereka, tapi ga menuju air terjun. Kami menuju warung sederhana yang ada di sekitar areal parkir air terjun. Lumayan, bisa ngemil pisang goreng yang masih hangat itu, kebetulan langit juga agak gelap, sepertinya akan turun hujan.
Tips untuk yang ingin berbasah-basahan di air terjun Madakaripura:
– bawa pakaian ganti, bila tidak ingin kedinginan;
– bawa drybag/kantong plastik untuk menyimpan gadget dan kamera;
– gunakan raincoat apabila tidak ingin basah-basahan;
– yang mau bawa payung, boleh juga;
– gunakan alas kaki yang nyaman dipake di trek basah.
Nah, seperti yang saya janjikan di atas, kalau sudah dapat cerita dari teman-teman yang ke air terjun, akan di-share di sini. Ini ada sharing cerita dari Iyus. Jadi, cerita dari Iyus seperti ini…….
Waktu jalan ke air terjun mereka ngelewatin jalan setapak yang masih campur, ada tanah, reruntuhan batu, beton dan yang pasti batu-batu sungai. Jalannya melipir-melipir, nyeberang sana nyeberang sini. Waktu sedang asik seberang-seberangan itu, tiba-tiba ujan turun. Ga deras sih… cuma banyak 😀
Nah…. barisan agak bubar tuh…
Ada yang langsung beli jas hujan sekali pake yang dijual oleh penduduk di sekitar situ. Oh iya, air terjun Madakaripura ini juga menunjang kehidupan penduduk di sekitarnya yang memanfaatkan kunjungan dari wisatawan dengan berjualan di sekitar lokasi air terjun. Ada juga yang menjadi guide dan mengantarkan pengunjung dengan harga yang tidak terlalu mahal, sesuai kesepakatan.
Ada yang lucu dari cerita Iyus. Menurut Iyus, penduduk lokal yang kebetulan menjadi guide dari rombongan teman-teman itu seperti kutu 😀
Soalnya bapak itu loncat sana sini, sebentar ada di bagian depan rombongan. sebentar kemudian tiba-tiba udah ada di belakang rombongan. Nah lho…. si bapak guide-nya jangan-jangan punya ilmu menghilang dan meringankan tubuh tuh….
Begitu hampir sampai di lokasi air terjun, tiba-tiba….. gubrak, ada yang gedebug di belakang Iyus, hihihihihihi…… ternyata ibu Penyu yang ngegabruk, jatoh 😀 #gapapakanWIn? #nahanketawasetelahdiceritain
Kan tadi sepanjang jalan menuju air terjun itu cuaca gerimis terus. Begitu sampai di lokasi air terjun, Iyus nekad ngeluarin kamera. Ceritanya mau motret deh…….
Tapi ternyata…… teman saya itu akhirnya menyerah dan memasukkan kameranya lagi ke dalam tas, karena gerimis ga kunjung berhenti. Begitu kamera udah rapi di dalam tas, tiba-tiba ada 4 orang mas-mas di dekat Iyus yang mulai ngeluarin dan masang tripod. Iyus tergoda dong mau ikutan motret. Alhasil kamera dikeluarkan lagi, dan tripod mulai dipasang sambil ijin sama mereka “Mas, gabung ya…”. Tau ga apa jawaban dari mas-mas itu? Mas-mas itu bilang “Lho, kan kita ngikutin masnya foto-foto”. Ini beneran ya … saya bingung, yang nanya sama yang ditanya ga bisa ngerasain air hujan atau gimana ya???
Karena hari mulai gelap, akhirnya teman-teman memutuskan untuk segera balik ke bis. Apalagi kan jalannya lumayan jauh. Plus, arus sungai yang dilewati teman-teman juga lumayan deras karena hujan tadi.
Nah, itu ceritanya. Seru ya….