Udah ambil sertifikat di rumah pak Sumenggar, bis mini ini bergerak ke arah tengah kota Malang. Sebelum ke Cemorolawang, ini perut harus diisi dulu, daripada jerit-jerit entar. Dan malam itu kami akan nyobain Bakso President. Katanya sih, ini bakso yang ngehits di Malang. Ayo lah kita buruan ke sana, udah laper ini…
Jam 11 malam, bis mini yang kami naiki berhenti di depan sebuah homestay di Cemorolawang. Mantep nih bobonya, bangun-bangun udah di Cemorolawang aja 😀
Niat awalnya, sampe homestay mau bobo-bobo cantik sambil nunggu waktu sunrise. Tapi….. kan ceritanya sejak berangkat kemarin, ini yang pada ngetrip blom ada yang mandi lagi….. ahahahahahaha….
Kebayang gimana pliketnya badan, alhasil sampe homestay terus antri mandi deh.Beruntung, saya kebagian kamar mandi yang ada air panasnya, jadi ga seberapa menggigil, cuma kaki agak gemetar dikit aja…..
Abis mandi, langsung siap-siap mo ketemu sunrise di Pananjakan. Pake jaket, warm legging, kaos kaki, sarung tangan, kupluk biar kupingnya anget. Okay, let’s go to Pananjakan!!!
Tapi… baru juga keluar homestay, idung rasanya udah beku. Dingin beeeuuuddhhhh….
Langsung lari ke jeep, dan bruuuummmm…. jeep pun menderu membelah jalan di Cemorolawang yang menjelang subuh itu pun sudah ramai oleh pengunjung yang mau liat sunrise di Pananjakan.
Catatan untuk yang mau ke Bromo, things to bring:
– Jaket tebal/pakaian hangat;
– Sarung tangan;
– Kaos kaki;
– Kupluk/penutup kuping;
– Sebaiknya hindari menggunakan celana jeans, soalnya dingin;
– Syal.
Kami menggunakan 2 jeep, karena jumlahnya kan 12 orang + mas Bidin. 1 jeep berkapasitas 6 orang, 2 orang duduk di depan, sisanya di belakang. Kami mendapatkan jeep tertutup sesuai request. Kebayang ya kalo pake jeep terbuka, dingin + debu pasirnya yang ga nahan. Sampe di Pananjakan 2, turun dari jeep trus disambung jalan kaki beberapa ratus meter. Dan subuh itu, Pananjakan rame banget. Tua, muda, sampe anak kecil semua ada. Dan semua berbondong-bondong ke arah pos Pananjakan, lokasi hunting sunrise.
Saking ramenya orang di Pananjakan, saya sempet mikir, mau liat sunrise di mana ini kalo udah orang semua yang ada? Apalagi dengan postur yang imut begini, yang ada kepala orang semua yang masuk di frame kamera 🙁
Daripada bengong, akhirnya saya, Iyus dan Windy melipir ke salah satu sudut yang ga biasa dipake untuk mengintip sunrise. Kita milky way-an dulu aja kali ya? Lumayan, langit masih gelap nih.
Pasang tripod, setting kamera dan….. klik, beberapa shoot milky way pun berhasil didapat.
Selesai milky way-an, liat langit di Timur udah mulai terang. Semoga masih keburu untuk motret sunrise ya….
Ikut desak-desakan, melipir kiri, melipir kanan, akhirnya saya dan Windy berhasil sampai di pinggir pagar dengan pemandangan Gunung Bromo, Batok, Tengger, dan Semeru di kejauhan. Perfect!!! Ga dapet sunrise gapapa, yang penting dapet foto Bromo – Batok – Tengger – Semeru komplit dengan negeri di awannya. Sekali lagi pasang tripod, setting kamera, dan mencoba menangkap moment magis saat kabut-kabut putih itu seolah hamparan kapas yang mengelilingi gunung-gunung tersebut. Selarik kabut terlihat membelah tubuh Semeru di kejauhan dan seutas asap putih keluar dari mulut Bromo. Dengan latar langit biru muda yang semakin terang, dengan nuansa kuning muda yang semakin kental warnanya.
Setelah langit menjadi semakin terang, saya dan teman-teman kemudian mulai beranjak meninggalkan Pananjakan. Mari kita melipir sarapan indomie telor dulu…. Plus pisang goreng yang masih panas itu. Nyam… nyam… nyam…
Sarapan pagi sambil becandaan di sebuah warung sederhana di Pananjakan, sungguh menyenangkan. Dan… ada kejadian yang lucu (tapi kasian juga sih….). Kan ceritanya kami semua pesen indomie telor. Pas giliran mangkok untuk mas Ahmad sampe di meja, dengan ga sabar langsung deh si mas ambil sendok dengan semangat. Begitu sendok nyampe di mulut, kok itu mukanya berubah? Trus mangkok mie saya yang udah kosong (tinggal kuahnya doang) ditarik. Lalu mie yang udah di dalam sendok dicelupin ke mangkok saya. Lho, kenapa? Usut punya usut, ternyata mangkok mie mas Ahmad ga ada bumbunya :p
Aahahahahahahaha…… hambar ya… bagaikan sayur tanpa garam…. :))
Mari kita sudahi cerita indomie telor tanpa bumbu tadi. Sekarang kita lanjutkan perjalanan hari ini, masih ada Bromo, Bukit Teletubbies dan Pasir Berbisik yang mau diliat kan?
Kami menuruni Pananjakan ke arah parkiran jeep. Dan jeep pun segera melaju, membelah lautan pasir menuju Bromo. Ciiittt…. jeep berhenti di lautan pasir sekitar 3 km dari kawah Bromo. Dan selanjutnya boleh milih, mau jalan kaki 3 km ke kawah atau mau naik kuda? Saya dan teman-teman memilih jalan kaki aja pelan-pelan. Dan ternyata….. jauh ya bo…
Walaupun ini kunjungan saya yang ke-2 di Bromo, tapi waktu kunjungan yang pertama saya memutuskan tidak naik ke kawah karena waktu itu rame banget. Tapi kali ini, karena penasaran seperti apa pemandangan dari atas kawah Bromo, saya memutuskan untuk ikut.
Catatan yang mau ke kawah Bromo:
– pake masker/syal karena debu pasirnya banyak;
– bawa air minum, karena perjalanan cukup jauh.
Melintasi lautan pasir yang debunya beterbangan setiap saat, membuat saya harus selalu melilitkan syal sampai ke hidung supaya debu pasirnya tidak terhirup. Dan kadang-kadang harus segera merem sambil membalikkan tubuh membelakangi arah angin yang membawa debu pasir. Awalnya sih, lautan pasir ini landai. Tapi lama kelamaan mulai menanjak. Untuk sampai ke tangga yang menuju ke kawah, saya dan teman-teman harus berjalan saingan dengan kuda yang dijadikan alat transportasi di sana.
Kalau pas papasan dengan kuda, lebih baik mengalah dan membalikkan badan daripada harus terkena debu pasirnya yang beterbangan akibat hentakan sepatunya. Jarak 3 km itu rasanya jauh banget…… Ga sampe-sampe ini. Padahal napas udah mulai terengah-engah.
Beberapa kali berhenti, ngatur napas, minum dan melemaskan kaki, akhirnya saya sampai di ujung tangga yang akan mengarah ke kawah Bromo. Dari parkiran jeep sampai ke anak tangga ini jaraknya kurang lebih 2,7 km. Sisa 0,3 km lagi berupa jajaran anak tangga batu. Pagi itu pun, pengunjung yang akan melihat kawah Bromo cukup ramai, sehingga untuk menaiki tangganya harus sedikit antri. Pelan-pelan menaiki anak tangga yang entah berapa jumlahnya, akhirnya…. yeaaaayyyy, saya sampai juga di bibir kawah Gunung Bromo. Huft….. capek beeuuuddhhh….
Pemandangan dari bibir kawah sangat indah. Apabila kita berdiri membelakangi kawah, akan terlihat lautan pasir yang membentang luas dengan background pegunungan pasir yang membentenginya. Trek jalan setapak menuju ke kawah terlihat bagaikan jalur putih yang dipenuhi warna-warni manusia dengan berbagai ragam pakaiannya. Dan apabila kita berdiri menghadap ke arah kawah, terlihat sebuah lobang besar di puncak Bromo dengan gumpalan asap putih yang keluar dari dalamnya.
Setelah cukup menikmati pemandangan dari bibir kawah Gunung Bromo, saya dan teman-teman kemudian turun dan berjalan kembali ke arah jeep yang setia menunggu kami. Perjalanan turun terasa lebih cepat, walaupun pengunjung bertambah ramai, tapi antri turunnya ga selama antri waktu naiknya. Oh iya, saya lupa cerita. Sebelum mencapai Gunung Bromo, kita akan melewati Gunung Batok yang letaknya persis di sisi depan Gunung Bromo. Seperti juga Gunung Bromo, Gunung Batok juga merupakan gunung pasir. Namun Gunung Batok tidak memiliki kawah.
Selesai explore Bromo, sekarang mari kita capcus ke Bukit Teletubbies. Untuk sampai ke Bukit Teletubbies, kami harus kembali menaiki jeep karena jaraknya yang cukup jauh. Kembali melintasi lautan pasir berdebu menuju padang savana. Yang disebut Bukit Teletubbies di sini adalah sebuah padang savana yang dikelilingi oleh deretan perbukitan. Dan kalau diperhatikan bukit ini mirip dengan bukit yang ada di film Teletubbies… Po… Tinky Winky… Dipsy… Lala… hayo, masih inget ga? 😀
Sesampainya di Bukit Teletubbies, matahari sedang lucu-lucunya bersinar, panasnya bikin gemes. Sambil memicingkan mata dan mengerenyitkan kening, saya mencoba melintasi padang savana itu. Sayang waktu kami ke sana, kondisi padang savana tidak dalam kondisi menghijau segar, mungkin karena musim panas di Malang yang agak panjang ini. Bukit Teletubbies terlihat hijau kekuningan karena banyak perdu-perdunya yang mulai mengering. Tadinya saya berkhayal pengen tidur-tiduran di padang savana ini, tapi setelah liat kondisinya, ternyata perdunya itu tinggi ya… kirain cuma 10-20 cm, ternyata mencapai 50 cm 😀 #bataldehmautidurtidurandirumputhijau
Niat pengen jalan-jalan sampai ke puncak bukitnya, tapi karena mataharinya unyu begitu, akhirnya saya, Iyus, Windy, Gita, Andin dan Ivan hanya sampai di kaki bukitnya saja. Mas Ahmad malah hanya nunggu di warung tenda di deket jeep, ga ngikut kami jalan-jalan dan foto-foto di savananya :p
Setelah jalan-jalan sejenak dan foto-foto, kami pun kembali ke jeep dan bruuummmm… jeep melintasi lautan pasir mengarah ke jalanan yang menuju homestay. Pasir Berbisik pun hanya kami lihat dari balik jendela kaca jeep. Ga tahan panasnya euy mau turun dan foto-foto 😀
Kata teman-teman, “Kita udah bisikin balik ke pasirnya, ga singgah kali ini” hihhihihihihi….
Nah, abis dari Bromo, saya dan teman-teman akan basah-basahan nih. Mau ikut???